JAKARTA (Arrahmah.com) – Berkaitan dengan pengamanan aksi masyarakat tanggal 4 November besuk, aktifis HAM dari PAHAM Indonesia mengingatkan agar Polisi memenuhi Standart Operasional Prosedure (SOP) yang berlaku diinternal institusi.
“Seharusnya pengamanan besok mengikuti SOP internal Polri, seperti yang diatur dalam Perkap No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian masa. Diantaranya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur, apalagi bersikap arogan dan terpancing dengan perilaku massa” ujar Rozaq Asyhari Sekjend PAHAM Indonesia kepada redaksi Rabu (2/11/2016).
Lebih lanjut dia menyampaikan agar aparat bertindak secara persuasif. “Semua tokoh dan penyelenggara aksi sejak awal sudah menyampaikan bahwa ini aksi simpatik. Koordinasi dengan Kapolda dan Kapolri sudah dilakukan, ini menunjukkan i’tikad baik yang dibawa oleh peserta unjuk rasa. Oleh karenanya aparat di lapangan seharusnya tidak represif, apalagi dalam SOP dijelaskan bahwa mereka berkewajiban melayani dan mengamankan pengunjuk rasa sesuai dengan ketenteuan”, tukas Pengacara Publik dari PAHAM Indonesia ini.
Selain itu Rozaq mengingatkan agar aparat tidak membawa peluru tajam dalam pengamanan aksi. “Saya perlu ingatkan, aparat tidak perlu membawa peluru tajam untuk mengamankan aksi, karena ada dua pasal yang melarang aparat membawa peluru tajam, yaitu pasal 7 dan 14 dalam Pedoman Pengendalian Massa. Hal ini perlu saya sampaikan, karena dalam Telegram Kapolri yang yang tersebar ke publik ada perintah untuk membawa senjata. Apalagi sempat ada isu perintah tembak ditempat. Oleh karenanya, saya merasa perlu mengingatkan adanya aturan tersebut.” Papar kandidat doktor dari Fakultas Hukum UI tersebut.
“Saya yakin bila ada yang bertindak rusuh atau provokatif, bukanlah dari peserta unjuk rasa, bisa jadi ada penyusup. Terhadap yang demikian, aparat bisa bertindak untuk melakukan pengamanan dan menjalankan prosedur yang berlaku” tukasnya.
(azmuttaqin/arrahmah.com)