KABUL (Arrahmah.com) – Sedikitnya 17 orang telah meninggal karena infeksi pernafasan di Kabul selama seminggu terakhir karena tingkat polusi udara yang berbahaya, menurut pernyataan kementerian kesehatan Afghanistan.
Lebih dari 8.800 pasien telah mengunjungi rumah sakit pemerintah dalam seminggu, menderita kondisi kesehatan, termasuk masalah paru-paru, karena kualitas udara memburuk di ibu kota, kata Wakil Menteri Kesehatan Masyarakat Fida Mohammad Paikan, kepada wartawan, seperti dilansir Al Jazeera (31/12/2019).
Para pejabat mulai menindak bisnis lokal yang dianggap sebagai kontributor utama polusi udara di Kabul setelah mereka diminta untuk melakukannya oleh presiden Afghanistan, Leila Samani, juru bicara Badan Perlindungan Lingkungan Nasional Afghanistan mengatakan kepada kantor berita DPA pada Senin (30/12).
Tiga aula pernikahan dan dua kantor manajemen properti ditutup karena menyebabkan polusi terkait pemanasan, kata pemerintah kota dan badan lingkungan.
Warga didesak untuk mengurangi penggunaan batu bara, ban bekas dan plastik untuk pemanasan, kata Samani.
Penyebab utama polusi adalah kemiskinan dan kurangnya listrik, kata penduduk, menambahkan bahwa tanpa gas dan listrik yang lebih murah tidak mungkin untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Para pejabat mengatakan penggunaan bahan bakar non-standar, kurangnya ruang hijau, jalan yang tidak beraspal dan permukiman yang tidak direncanakan adalah faktor lain yang berkontribusi terhadap asap dan polusi udara di Kabul.
Pemerintah berencana untuk meluncurkan kampanye kesadaran di masjid-masjid di Kabul dalam beberapa hari mendatang dan aktivis lingkungan telah meluncurkan kampanye untuk mendistribusikan masker wajah.
Sekitar 22 lembaga pemerintah telah bergabung untuk kampanye mengatasi polusi udara di kota.
Kabul adalah salah satu kota dengan polusi terburuk di dunia. (haninmazaya/arrahmah.com)