GAZA (Arrahmah.id) – Rumah sakit di Jalur Gaza menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan 16 dari 34 rumah sakit kini tidak beroperasi, menurut laporan terbaru dari Medical Aid for Palestines (MAP).
Lembaga tersebut memperingatkan bahwa kekurangan obat-obatan penting dan air bersih telah menyebabkan luka-luka pasien terinfeksi lalat dan cacing.
“Situasinya sangat buruk: kapasitas kami nol, kami punya 153 pasien di UGD, semua tempat tidur terisi [dan] kami tidak punya ruang bagi pasien untuk pergi setelah mereka menjalani operasi. Kita menghadapi bencana kesehatan,” Dr. Marwan Abusada, Kepala Bagian Bedah RS Al-Shifa.
“Ada sejenis cacing, yang disebut lalat putih, yang menutupi luka setelah operasi [dan] muncul setelah satu hari. Kebanyakan cedera dan operasi tidak memiliki tindak lanjut karena tim medis tidak dapat mengatasi gelombang cedera setiap jamnya.”
Pada hari biasa, RS Shifa berkapasitas 210 tempat tidur, namun kini kewalahan menampung lebih dari 800 pasien yang memerlukan rawat inap.
Tim medis yang bekerja dalam kondisi penuh tekanan memberikan layanan penting seperti dialisis ginjal, kateterisasi darurat, dan inkubator neonatal. Mereka mengatakan bahwa mereka hanya dapat memberikan bantuan seminimal mungkin, karena situasinya sangat buruk.
Krisis ini diperburuk dengan hancurnya lingkungan sekitar, termasuk sekolah-sekolah yang menampung para pengungsi.
Serangan udara “Israel” di dekat sekolah UNRWA Abu Assi menyebabkan semua korban luka dan mayat dipindahkan ke Rumah Sakit Shifa.
Bencana kesehatan di Gaza tidak hanya terbatas pada masalah kapasitas dimana 150 tenaga medis hilang akibat serangan udara “Israel”.
Kekurangan air juga merupakan masalah besar. Abusada menjelaskan, bagian rumah sakit hanya menerima air asin yang tidak dapat digunakan untuk kebersihan atau minum, selain kekurangan makanan.
“Israel” juga mengebom generator utama di RS Wafa yang menyebabkan penderitaan lebih lanjut bagi pasien dan staf medis.
“Israel memastikan untuk memutus akses kami terhadap semua jalur vital seperti air, listrik, bahan bakar, obat-obatan, dan makanan. Bahan bakar yang tersisa tidak lagi dapat digunakan untuk rumah sakit; kami hanya menggunakannya untuk keperluan vital,” kata Abusada.
Pernyataan serupa juga dilaporkan oleh para pekerja di Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
“Situasinya sudah sangat parah, saya bahkan tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana,” jelas Dr. Tayseer Hassan, ahli bedah di Rumah Sakit Indonesia.
“Kami melihat cedera yang mengerikan, dan sebagian besar adalah anak-anak. Jenis cedera yang kami lihat bukanlah sesuatu yang dapat diterima atau ditoleransi oleh pikiran manusia.
“Sejujurnya, pasien tidak mendapatkan perawatan yang minimal; kami tidak memiliki kapasitas tim, tidak ada kapasitas ruangan, tidak ada bahan bakar, tidak ada air, dan tidak ada obat-obatan, dan tidak ada kebersihan. Begitu banyak cedera dan penyakit yang terlewatkan.”
Situasi lalat dan cacing juga dihadapi para pekerja di RS Indonesia.
“Kami melakukan operasi saat luka dipenuhi lalat dan ada cacing yang keluar dari luka, bahkan setelah kami melakukan operasi,” kata Dr. Hassan.
“Kami melakukan operasi dengan cacing dan lalat. Tidak ada yang bersih, tidak ada yang steril, bayangkan akibat yang mengerikan.
“Izinkan saya memberi tahu Anda sesuatu yang mengerikan, yang menghancurkan hati saya. Ketika banyak korban tiba di UGD, dan jenis cedera yang memerlukan ventilator, kami membiarkannya mati. Karena kami tidak dapat mengatasinya.”
Pekerja medis dan LSM yang menangani rumah sakit di Gaza menyerukan intervensi internasional yang mendesak, karena “Israel” terus mengebom wilayah tersebut tanpa pandang bulu dan merampas kebutuhan dasar penduduk sipil untuk bertahan hidup. (zarahamala/arrahmah.id)