JAKARTA (Arrahmah.com) -Setelah beberapa hari geger diserbu warga cikini dan sekitarnya, kini air yang memancar deras dari makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsy di Cikini, Jakarta Pusat, terbongkar dan merupakan air tanah. Semburan itu dianggap fenomena alam biasa saja karena kawasan Cikini-Kwitang dikenal memiliki sungai dalam tanah.
“Itu fenomena biasa, di daerah sekitar ada yang memiliki sungai di bawah tanah, seperti beberapa kota di Solo,” kata ahli hidrologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Chay Asdak, Senin (5/7).
Chay menuturkan, kawasan makam yang berada di Jalan Kramat V, Cikini, tak jauh dari Jl Inspeksi Kali Ciliwung, tersebut termasuk pada daerah keluaran air tanah (discharge). “Jika melihat kedalamannya biasa disebut air tanah dangkal,” jelas Chay.
Air di makam yang dikeramatkan itu memancar setelah pengerukan sedalam 4 meter. Chay memperkirakan, air keluar meski pengerukan tak dalam karena musim hujan yang masih mengguyur kawasan Jakarta. Hal ini menyebabkan serapan air ke dalam tanah.
Sedangkan untuk besaran air yang keluar lebih disebabkan oleh debit air yang tertahan di dalam tanah dan juga kedalamannya.
Mengenai kualitas air, Chay enggan menebaknya. “Harus ada pengujian dari laboratorium untuk memastikan apakah air itu layak dikonsumsi atau tidak meski air tanah selalu terlihat bening,” kata Chay.
Akhir pekan lalu makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi dibongkar. Tempat bekas makam itu rencananya akan dibangun gedung bertingkat.
Setelah tanah makam dikeruk, tiba-tiba saja ada air yang keluar. Warga sekitar lokasi ramai-ramai menyerbu lokasi dan mengambil air tersebut untuk mandi, minum, dan lainnya. Warga malah meyakini air tersebut bisa menyembuhkan penyakit dan baik untuk kesehatan.
Ahli Waris dan Developer Akan Periksakan Air ke Laboratorium
Di lain tempat, ahli waris Al Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsy di Cikini, Jakarta Pusat, Abdurrahman bin Muhdhor, khawatir air yang menyembur dari makam leluhurnya dikultuskan masyarakat. Dia juga khawatir kualitas air itu membahayakan pengkonsumsinya. Guna memastikan keamananannya, ahli waris akan memeriksakan air itu ke laboratorium.
“Keluarga dan developer lagi selidiki dan bawa ke lab. Kita mau tahu kandungan zat di dalamnya berbahaya atau tidak untuk masyarakat. Karena tidak sedikit masyarakat yang meminumnya,” ujar Muhdhor, Senin (5/7).
Ia juga menuturkan, pihaknya sudah melakukan penutupan di sumber air. Langkah itu dilakukan guna menyetop masyarakat yang hendak mengambil air.
Namun, upaya tersebut tidak maksimal dan menyebabkan masyarakat terus berdatangan dan mengambil air yang diyakini berkhasiat itu.
Bisnis “Air Keramat” Dijual Sebotol Rp.5000
Rupanya “air keramat” benar-benar menjadi fenomena di masyarakat cikini. Masyarakat masih saja berduyun-duyun ke kawasan makam Al Habib Abdurahman bin Abdullah Al-Hasyib untuk melihat dari dekat air yang mengalir dari makam yang dikeramatkan itu.
Sebagian besar warga yang datang membawa tempat penyimpanan air seperti jeriken, kemasan air mineral maupun kantung plastik. Mereka bermaksud membawa pulang air yang diyakini berkhasiat ini.
Untuk bisa mengisi air para pengunjung harus berebutan dan tentu saja terkena lumpur akibat air yang membasahi tanah. Keribetan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para anak-anak di sekitar lokasi untuk menjual air. Jadi daripada pengunjung berkotor-kotor, lebih mudah membeli kepada para penjual cilik itu.
“Kalau botol yang gede (1,5 liter) harganya Rp 5 ribu, kalau yang kecil Rp 2 ribu,” ujar Ferdi saat menawarkan air dalam botol kemasan di Jl Kramat V, Cikini, Minggu (4/7) tak jauh dari Jl Inspeksi Kali Ciliwung.
Ferdi tidak sendiri, beberapa teman sebayanya juga melakukan hal yang sama. Meski pendapatannya tidak besar namun mereka tetap antusias menawarkan air dalam botol kemasan kepada pengunjung yang datang.
“Baru dapat Rp 4 ribu (dari penjualan), botol yang gede. Ditawar sih sama yang beli,” ujarnya.
Menanggapi fenomena ini, ahli waris telah mengimbau agar masyarakat tidak mengarah pada kesyirikan dalam melihat air yang deras mengalir dan kini telah disalurkan lewat pipa paralon tersebut.
“Sudah kita jelaskan ke mereka (masyarakat), tapi susah juga,” keluh Muhdhor yang mengaku sebagai generasi keempat ini.
MUI juga mengkhawatirkan air tersebut tidak higienis karena bisa jadi sudah bersinggungan dengan jenazah tokoh yang dihormati tersebut. (voa-islam/arrahmah.com)