RIYADH (Arrahmah.com) –Kedatangan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, yang mendarat di Bandara Pangeran Abdul Majeed bin Abdulaziz di Al Ula, Arab Saudi, pada Selasa (5/1/2021) disambut pelukan hangat Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Itu menjadi pemandangan yang menandai berakhirnya krisis Teluk.
Dengan pesawat Qatar Airways yang membawa Sheikh Tamim datang untuk menghadiri KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) ke-41 yang digelar di kota tersebut.
Setelah memblokade Qatar selama 3,5 tahun, Saudi memutuskan mengakhiri kebijakan tersebut. Langkah itu diikuti oleh tiga negara lainnya, yakni Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA).
“Kebijakan Kerajaan Arab Saudi, di bawah kepemimpinan Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, didasarkan pada pendekatan solid yang menargetkan pencapaian kepentingan utama negara-negara anggota GCC dan negara-negara Arab, selain memanfaatkan seluruh upaya untuk kebaikan rakyat mereka serta mewujudkan keamanan dan stabilitas mereka,” kata Pangeran MBS dalam sebuah pernyataan yang dirilis Saudi Press Agency dikutip Reuters pada Senin (4/1).
Tak lama setelah Saudi mengumumkan pencabutan blokade darat, laut, dan udara, Sheikh Tamim mengonfirmasi kehadirannya di KTT GCC ke-41.
“Keputusan pada malam KTT GCC ke-41 ini merupakan cerminan dari upaya tulus yang dilakukan untuk memastikan keberhasilan KTT besok di semua bidang meskipun keadaan luar biasa yang diciptakan oleh pandemi,” kata Sekretaris Jenderal GCC Nayef Falah al-Hajraf, dikutip laman Al Arabiya.
“Pengumuman hari ini sekali lagi membuktikan bahwa GCC mewujudkan kemitraan yang mengakar yang secara konsisten mengatasi tantangan sambil memajukan kepentingan masyarakat GCC berkat kepemimpinan dan kebijaksanaan para pemimpinnya,” ujar al-Hajraf, menambahkan.
Dalam KTT nanti diharapkan ada upacara penandatanganan kesepakatan yang menandai berakhirnya keretakan antara Saudi dkk dan Qatar.
Krisis Teluk telah berlangsung sejak Juni 2017. Hal itu bermula saat Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir menuding Qatar mendukung kegiatan terorisme dan ekstremisme di kawasan. Doha dengan tegas membantah tuduhan tersebut.
Kendati telah menyanggah, Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA tetap memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Keempat negara itu juga memboikot dan memblokade seluruh akses ke Doha. Saudi serta sekutunya kemudian mengajukan 12 tuntutan kepada Qatar.
Tuntutan itu antara lain meminta Qatar menurunkan hubungan diplomatik dengan Iran dan menutup media Aljazirah. Doha juga diminta menutup pangkalan militer Turki di negaranya. Jika menginginkan boikot dan blokade dicabut, Qatar harus memenuhi semua tuntutan tersebut.
Namun, Qatar menolak melakukannya karena menganggap semua tuntutan tak masuk akal. Akibat sikap tersebut, Qatar dikucilkan.
Pemerintah Mesir pun dilaporkan segera membuka wilayah udaranya dengan Qatar. Kendati demikian, pembukaan jalur tersebut masih akan bergantung pada pemenuhan persyaratan Mesir untuk Qatar.
Menurut sumber Al Arabiya, Mesir masih memiliki sejumlah keraguan terkait hubungan Qatar dengan Ikhwanul Muslimin serta pemberitaan media Qatar terhadap Mesir selama ini. Salah satu tuntutan utama Mesir adalah agar Qatar tidak ikut campur dalam urusan Mesir.
Meski belum ada keputusan Mesir untuk Qatar, pemerintah Mesir menyebut tidak akan bertindak sebagai penghalang dalam upaya rekonsiliasi antara anggota GCC. Hal ini dibuktikan dengan datangnya Menteri luar negeri Mesir Sameh Shoukry ke Arab Saudi untuk mengambil bagian dalam KTT Dewan GCC ke-41. (Hanoum/Arrahmah.com)