JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis 20 tahun terhadap Akhi Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab yang didakwa dengan pidana terorisme. Putusan ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman penjara seumur hidup.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 20 tahun penjara. Menetapkan terdakwa tetap ditahan dan dikurangi selama penahanan,” kata Ketua Majelis Hakim, Encep Yuliardi dalam persidangan di PN Jakbar, Kamis (21/6/2012).
Dalam pembacaan vonis tersebut, hakim mengungkapkan beberapa pertimbangan yang menjadi dasar putusan. Pertimbangan tersebut, di antaranya perbuatan terdakwa mengganggu stabilitas perekonomian, meresahkan masyarakat, menimbulkan banyak korban jiwa, dan penderitaan mendalam bagi keluarga korban, serta melarikan diri pasca pemboman.
Dan yang dianggap meringankan adalah mengakui terus terang perbuatan yang dilakukan, berlaku sopan, menyesali perbuatan yang dilakukan, meminta maaf kepada keluarga korban, masyarakat Indonesia dan dunia. “Menimbang perbuatan terdakwa, sudah seharusnya dijatuhi hukuman setimpal,” lanjut Encep lagi.
Sidang sendiri berlangsung sekitar 11 jam, dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 20.30 WIB. Encep sendiri dua kali menskors persidangan untuk memberi kesempatan bagi peserta sidang menjalankan Salat Dzuhur, Ashar dan Magrib.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab dengan enam dakwaan. Umar dinilai melanggar sejumlah pasal KUHP dan Undang-Undang Pemberantasan Terorisme.
Dakwaan pertama adalah memasukkan senjata api dari Filipina ke Indonesia. Kedua, terkait dugaan memberikan bantuan pada Dulmatin, Warsito, dan Sibgoh untuk melakukan uji coba tiga pucuk senjata M16.
Ketiga, Akhi Umar dianggap dengan sengaja dan terencana merampas nyawa orang lain, yaitu sebagai salah satu pelaku Bom Bali I yang mengakibatkan tewasnya 192 orang. Bom tersebut meledak di tiga lokasi, yaitu sebelah selatan kantor konsulat Amerika Serikat, Denpasar, di dalam Paddy’s Pub, dan di depan Sari Club, Denpasar, pada tanggal 12 Oktober 2002.
Sedangkan dakwaan keempat dan kelima terkait pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar. Paspor tersebut digunakan untuk berangkat ke Lahore, Pakistan, bersama istrinya, Fatimah Zahra. Atas dakwaan ini, ia diancam pidana melanggar Pasal 266 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP dan Pasal 266 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP.
Terakhir, dia didakwa sebagai aktor peledakan enam gereja pada 24 Desember 2000. Gereja yang diledakkan adalah Gereja Katedral Jakarta, Gereja Kanisius, Gereja Oikumene, Gereja Santo Yosep, Gereja Koinonia, dan Gereja Anglikan.
Majelis hakim berpendapat semua dakwaaan telah terpenuhi dan terbukti secara sah. Mereka menolak pledoi akhi Umar dan penasihatnya.
Akhi Umar sendiri sempat berkali-kali menyatakan penyesalannya dan meminta maaf terhadap semua korban bom Bali. Umar juga berterima kasih pada pemerintah dan Polri yang telah membawanya dalam persidangan di Indonesia.
Menurut majelis hakim, terdakwa telah melanggar enam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dakwaan pertama melanggar Pasal 15 juncto (jo) Pasal 9 Undang-undang (UU) No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dakwaan kedua melanggar Pasal 13 huruf c Perpu No 1 Tahun 2002. Dakwaan ketiga melanggar Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan keempat melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan kelima melanggar Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan keenam melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (bilal/arrahmah.com)