NEW YORK (Arrahmah.com) – Sidang seorang ahli saraf asal Pakistan yang menghabiskan waktunya untuk sekolah di AS dan terkena tuduhan percobaan membunuh personil AS di Afghanistan dimulai Selasa (19/1) kemarin di New York. Namun sejauh ini belum ada terdengar keputusan apapun.
Otoritas AS memengatakan Aafia Siddiqui (37) merupakan orang yang terkait dengan jaringan al Qaidah, seorang teroris yang mencoba membunuh perwira Amerika pada 18 Juli 2008, setelah ia ditahan oleh dinas keamanan di Afghanistan.
Seorang juri dari tujuh perempuan dan lima laki-laki dipilih pada hari Kamis, dengan empat alternatif juri. Dr Aafia sebelumnya keberatan atas komposisi juri. Dia juga mengatakan dia tidak mau melakukan persidangan jika jurinya Yahudi.
Minggu lalu ia memerintahkan untuk ditarik dari ruang sidang setelah ia menyela proses pemilihan anggota juri dan mengatakan bahwa ia tidak ada hubungannya dengan insiden 11 September 2001 dan menurutnya Israel-lah yang bertanggung jawab.
Seorang hakim memutuskan pada bulan Juli 2009 Dr. Aafia menderita gangguan mental dan tidak mungkin bisa dibawah untuk menghadapi persidangan. Pengacara menolak putusan hakim dan mengungkapkan argumen bahwa Dr. Aafia tertekan akibat penahanan pra-sidang.
Aafia dan ketiga anaknya ditangkap oleh agen intelijen Pakistan pada Maret 2003 dan diserahkan kepada Amerika di Afghanistan, ia dipenjarakan di Bagram dan sering kali diperkosa, disiksa dan dilecehkan selama bertahun-tahun. Sebuah laporan pers Pakistan yang diterbitkan dengan bahasa Urdu pada waktu itu mengatakan bahwa Aafia dan ketiga anaknya terlihat ditangkap oleh pihak berwenang Pakistan dan dibawa ke tahanan.
Moazzam Begg, dan beberapa mantan tawanan Amerika Serikat melaporkan bahwa seorang tahanan perempuan yang bernomor “650”, ditahan di Pangkalan Udara Bagram, Afghanistan. Yvonne Ridley dari Cageprisoners.com menulis bahwa “Tahanan Nomor 650” (Aafia) yang selalu disiksa dan diperkosa berulang kali selama lebih dari empat tahun.
“Jeritan perempuan tak berdaya ini bergema (bersama dengan siksaan yang harus ia hadapi) dari penjara yang mendesak para tahanannya untuk untuk terus mogok makan.” Yvonne menyebut Dr. Aafia sebagai “perempuan pucat dan hampir mirip dengan hantu, membuat para tahanan lain yang mendengar tangisan dan teriakannya ketakutan. Dan penderitaan ini tidak akan pernah terjadi pada seorang perempuan Barat.”
Baik pemerintah Pakistan serta pejabat AS di Washington menyangkal bahwa pihaknya mengetahui apapun terkait dengan dipenjaranya Dr. Aafia sampai akhirnya media mengeksposnya ke hadapan publik. Berbagai macam tuduhan pun dibuat dan ditimpakan pada dirinya. Dr. Aafia terlibat dalam jaringan terorisme dan yang lebih menggelikan adalah klaim bahwa ia berhasil merebut senjata dari tentara AS dan menembakinya.
Pada tanggal 4 Agustus 2008, jaksa federal di Amerika Serikat menegaskan bahwa Dr. Aafia Siddiqui diekstradisi ke AS dari Afghanistan yang menurut mereka telah ditahan sejak pertengahan Juli 2008. Pemerintah AS menyatakan bahwa dia ditangkap oleh pasukan Afghan di luar kompleks gubernur Ghazni dengan tuduhan membawa bahan peledak dan ‘zat berbahaya dalam stoples tertutup’. Mereka lebih lanjut menyatakan bahwa selama berada di tahanan dia menembak di para petugas AS (yang bahkan tidak ada yang terluka satu pun) dan dirinya (dr. Aafia) terluka dalam percobaan tersebut.
Pada tanggal 7 Agustus 2008 sebuah artikel di The News menyingkap beberapa perlakuan yang diperoleh Dr. Aafia dalam penjaranya di Amerika.
– salah satu ginjalnya telah diambil
– giginya telah dicopot
– hidungnya patah
– luka tembak yang baru diketahui setelah pakaian yang ia kenakannya basah dengan darah.
Pada 11 Agustus 2008, laporan Reuters mengatakan bahwa ia telah muncul di persidangan dengan kursi roda, dan pengacaranya memohon pada hakim untuk memastikan bahwa Dr. Aafia menerima perawatan medis. Elizabeth Fink, salah satu pengacara, mengatakan kepada Hakim:
“Dia telah di sini, hakim, selama satu minggu dan dia tidak pernah memperoleh perawatan dokter, meskipun mereka (pemerintah AS) mengetahui bahwa dia telah ditembak.”
Pengacara Aafia, Elizabeth Fink, mengatakan kepada seorang hakim federal di New York bahwa Aafia menunjukkan tanda-tanda telah dipenjarakan dan diperlakukan tidak manusiawi untuk jangka waktu yang panjang. Menurut dokumen yang dijelaskan di pengadilan oleh Fink, Aafia meminta staf penjara untuk memberikan makanan dari nampannya pada anaknya di Afghanistan. Aafia sangat mencemaskan anaknya kelaparan dan memperoleh penyiksaan.
Pengacara lainnya, Elaine Whitfield Sharp, mengatakan “Kita tahu ia ada di Bagram untuk waktu yang lama. Ini adalah waktu yang sangat lama. Menurut klien saya dia ada di sana selama bertahun-tahun dan kemudian ia ditahan di dalam tahanan Amerika; dan perlakukannya itu sangat tidak manusiawi.”
Aafia masih ada di fasilitas penahanan AS di New York, kesehatan memburuk, ia selalu menjadi objek diskriminasi dan seringkali dipermalukan saat ia menerima kunjungan hukum atau muncul di pengadilan. Dia kemudian menolak untuk bertemu dengan pengacara. Bahkan muncul laporan bahwa Dr. Aafia mungkin menderita kerusakan otak dan sebagian dari ususnya telah dipotong. Pengacaranya mengatakan dia mengalami gejala konsisten dari Post Traumatic Stress Disorder.
Militer AS menolak semua laporan atas perlakuan buruk mereka terhadap Dr. Aafia tersebut, dan mengatakan bahwa laporan-laporan itu ‘tidak berdasar’. (althaf/afp/dawn/khlf/arrahmah.com)