BANDUNG (Arrahmah.com) – Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) terus banjir penolakan dari berbagai pihak, diantaranya adalah dari akademisi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
“Perppu Ormas tidak memenuhi syarat konstitusional dan mengancam demokrasi!” tegas Ketua Pusat Studi Kebijakan Negara (PSKN) Fakultas Hukum Unpad, Indra Perwira dalam keterangan tertulis, Kamis (13/7).
Kesimpulan tersebut didasarkan pada tiga hal. Pertama, penerbitan Perppu Ormas tidak memenuhi unsur hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU-VII/2009.
“Dalam hal ini PSKN berpendapat bahwa Pemerintah tidak memiliki hambatan-hambatan yang nyata untuk mengubah UU Ormas melalui prosedur yang normal,” ungkap Indra.
Kedua, Perppu Ormas secara substansial melakukan pembatasan-pembatasan terhadap hak berserikat, dan hak berpendapat warga negara dan menghilangkan kewenangan pengadilan untuk menilai tindakan Ormas dan tindakan represif pemerintah.
“Oleh karena itu, Perppu Ormas berpotensi melanggar prinsip due process of law yang menjadi prinsip dasar dari konsep negara hukum,” bebernya.
Ketiga, Perppu merupakan produk hukum yang memiliki unsur kediktatoran karena dapat langsung berlaku tanpa melalui persetujuan DPR.
“Oleh karena itu, PSKN berpendapat bahwa materi muatan Perppu hanya dapat mengatur hal-hal yang bersifat urusan pemerintahan dan tidak dapat mengatur hal-hal yang bersifat ketatanegaraan, termasuk mengatur atau membatasi hak asasi manusia,” tulis Indra.
Atas pertimbangan di atas, PSKN mendorong DPR untuk secara tegas menolak Perppu tersebut pada masa sidang berikutnya.
(ameera/arrahmah.com)