BEKASI (Arrahmah.com) – Para ustadz dan aktivis Islam yang terkait kasus insiden HKBP Ciketing telah dibebaskan setelah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Bulak Kapal Bekasi. Untuk menghindari kasus serupa, pemerintah harus tegas dan memiliki nyali dalam menegakkan peraturan demi kedamaian dan kerukunan antarumat beragama.
Jum’at (6/5/2011) Aji Ahmad Faisal (28) mengakhiri masa hukuman sejak menghuni penjara 7 bulan silam. Aji adalah narapidana yang paling lama menghuni lapas karena hukumannya paling berat. Pengamen puisi jalanan ini divonis 7 bulan penjara dikurangi masa tahanan oleh Pengadilan Negeri Bekasi, Kamis (24/2/2011) dengan pasal tidak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat (1) KHUP.
“Alhamdulillah, kami diperlakukan dengan baik di dalam. Untuk perjuangan membela agama Allah tidak ada kata menyesal. Kami akan terus berjuang,” tegas Aji seperti yang ditulis voa-islam. “Sebagai konsekuensi perjuangan saya menerima hukuman ini sebagai akibat melukai seseorang. Tapi saya nggak bisa terima. Saya berjihad membela agama. Apakah dipersalahkan seorang muslim membela agamanya sendiri?” lanjutnya.
Meski menyatakan akan istirahat setelah menjalani proses hukum, Aji bertekad akan terus mengawal perjuangan umat Islam Bekasi dalam menyikapi arogansi HKBP Ciketing. “Saya akan cooling down dulu. Tapi saya akan terus mengawal kasus HKBP,” tekad seniman jalanan yang biasa ngamen di bus kota Jakarta-Bekasi itu.
Sekjen Kongres Umat Bekasi (KUIB) Shalih Mangara Sitompul menyatakan bersyukur dengan berakhirnya kasus penusukan HKBP di Ciketing. Meski menyatakan menerima putusan hukum terhadap para aktivis Bekasi, Shalih yang juga Ketua Tim Pengacara Kasus Ciketing itu tetap menyayangkan putusan hukum yang dinilai mencederai hukum.
“Kasus penusukan ini sudah selesai dan pengadilan telah menghukum para tersangka walaupun dakwaan jaksa itu tidak bisa dibuktikan sepenuhnya. Jaksa mendakwa dengan pasal 170, tapi dalam persidangan tidak terbukti. Makanya aji didakwa dengan pasal 351, sedangkan para terdakwa lainnya didakwa dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan,” jelasnya.
Dengan selesainya kasus tersebut Shalih mengajak untuk bersama-sama mengevaluasi agar kasus serupa tidak terulang lagi. Shalih juga meluruskan opini media yang keliru memberitakan bahwa Aji Faisal melakukan penusukan secara sengaja dan direncanakan.
“Aji melakukan tindak pidana yang menyebabkan orang lain terluka, itu bukan karena kesengajaan. Yang paling prinsip itu, ini artinya umat Islam tidak pernah menyakiti umat yang lain. Ini bentrok murni antara kedua belah pihak tanpa ada faktor yang disengaja maupun faktor direncanakan. Semuanya murni bentrokan pada saat kondisi sedang emosional. Ini pelajaran bagi kita semua dalam menjaga kerukunan umat beragama di Bekasi,” terangnya.
Terkait film “?” (Tanda Tanya) yang memuat adegan penusukan pendeta setelah lebaran Idul Fitri, mirip dengan kasus insiden HKBP Ciketing tapi disamarkan nama lokasinya, Shalih mengecam Hanung Bramantyo yang menceritakan kisah nyata dengan adegan yang keliru dan tidak sesuai dengan fakta. “Hanung harus bertanggungjawab itu. Hanung harus bertanggungjawab dengan merevisi filmnya, karena apa yang diceritakan dalam film itu tidak benar. Kita beri kesempatan kepada Hanung untuk merevisi filmnya, karena kesalahan film itu telah ditangani oleh MUI Pusat,” tukasnya.
Untuk menghindari kasus serupa di masa mendatang, Shalih mengimbau agar Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi bertindak tegas dalam menegakkan peraturan. Karena penyebat bentrokan Ciketing itu adalah ketidaktegasan Pemkot Bekasi dalam menegakkan peraturan daerah (Perda). (voaI/rasularasy/arrahmah.com)