MEDAN (Arrahmah.id) – Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTTI) menggugat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara (Sumut) ke Pengadilan Negeri Medan. Sekretaris MUI Sumut, Asmuni menegaskan bahwa MPTTI adalah ajaran sesat sehingga harus ditentang.
Asmuni awalnya menjelaskan tentang gugatan MPTTI itu, dia mengaku MUI Sumut tidak ada menerima surat panggilan untuk mengikuti sidang di PN Medan.
“Iya tapi MUI Jakarta belum sampai suratnya. Saya semalam sudah cek. Berarti kalau pun kami hadir kan nggak jadi karena tiga-tiga digugat. Di Jakarta, MUI Jakarta juga tergugat,” kata Sekretaris MUI Sumut, Asmani, kepada detikSumut, Kamis (8/6/2023), lansir Detik.com.
Karena tidak ada surat panggilan untuk mengikuti sidang, maka pihak merasa tidak perlu hadir.
“Tapi suratnya, suratnya itu, panggilan sidang ini semalam saya telepon sana belum ada sama kami. Kan nggak mungkin (datang),” sambungnya.
Ketidakhadiran pada sidang hari ini, menurut dia, juga berdasarkan rekomendasi penasehat hukum MUI Sumut.
“Berarti kami sengaja, udah konsultasi semalam dengan pengacara kami, kami nggak datang. Karena udah konfirmasi di sana suratnya aja belum sampai. Sedangkan kami tiga-tiga digugat,” terangnya.
Asmuni menegaskan bahwa ajaran MPPTI sesat. Dalam ajarannya, dia bilang MPPTI menegaskan bahwa Muhammad adalah Allah sehingga ajaran itu harus ditentang.
“Karena kan begini, orang itu kan ngajarkan ajaran sesat. Ajarkan Muhammad itu Allah. Masak, Muhammad itu Allah,” tuturnya.
Kemudian Asmuni mengatakan MPPTI juga hendak menggelar Ratib Seribe tingkat Asean ke VII pada tanggal 13-15 di Sumatera Utara. Menurutnya, kegiatan itu nantinya akan membuat gaduh masyarakat.
Sebab Asmuni yakin bahwa nantinya soal penafsiran tentang Muhammad adalah Allah akan disampaikan di dalam kegiatan tersebut. Sehingga MUI Sumut meminta kepada Gubernur Sumut, Kodam I/BB, dan Polda Sumut untuk menghentikan acara itu.
“Lalu mereka adakan kegiatan, Sumatera Utara, tinggkat ASEAN ke tujuh tanggal 13, 14, 15 (Maret) yang lalu sebuah puasa kan. Kami buat surat ke gubernur, Kodam, sama ke Polda,” jelasnya.
“Terutama sebelum itu kami sudah menyurati MUI Pusat supaya MUI Pusat menyetujui bahwa kami tidak setuju karena akan membawa kegaduhan. Soal penafsiran tadi,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)