DAMASKUS (Arrahmah.com) – Jaringan air Suriah mengalami rusak berat akibat bom dan penembakan, dan beresiko mengalami keruntuhan sebagai akibat dari perang yang berlarut-larut. Hal ini meningkatkan ancaman penyakit tifus yang mematikan atau merebaknya wabah kolera, Komite Palang Merah Internasional mengatakan pada Rabu, (2/9/2015), sebagaimana dilansir oleh World Bulletin.
Jutaan orang di Aleppo dan Damaskus terputus dari pasokan air selama berhari-hari pada suatu waktu, taktik yang digunakan oleh semua pihak yang bertikai untuk melakukan kontrol di kota itu, ungkap ICRC.
Pekerja bantuan kemanusiaan ICRC telah berupaya membantu dewan air dan para insinyur untuk mempertahankan dan memperbaiki stasiun pompa yang sudah mengalami kerusakan di seluruh Suriah sejak konflik dimulai pada Maret 2011.
Tapi sekarang dengan adanya masalah listrik dan kerusakan yang terjadi akibat dari konflik itu, akan menyebabkan jaringan air tidak bisa berfungsi secara permanen, dan tidak bisa diperbaiki,” Patrick Hamilton, koordinator operasi ICRC untuk Timur Tengah, mengatakan kepada Reuters di markas ICRC.
“Dan selama dua tahun ke depan kita akan mulai menyaksikan kota-kota seperti Aleppo berpotensi munculnya wabah penyakit yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti tifus, kolera dan sebagainya,” katanya.
Pasokan air di Aleppo tergantung pada pengoperasian pompa dan pembangkit listrik, tetapi masing-masing itu berada dalam kendali pihak yang sedang berperang.
Pengoperasian pompa air dan pembangkit listrik sering digunakan sebagai alat untuk menekan pihak lain.
“Terlalu sering di Suriah, air menjadi alat untuk menekan pihak musuh. Air menjadi senjata perang. Dan warga sipil yang paling menderita. Akses terhadap air merupakan keharusan,” kata Marianne Gasser, kepala delegasi ICRC di dalam Suriah.
Meskipun sistem kesehatan lumpuh, penduduk Suriah tetap “relatif sehat” karena mereka mendapatkan akses ke air bersih, tapi kerusakan jaringan pasokan air akan menyebabkan bencana kemanusiaan yang lain.
(ameera/arrahmah.com)