KAIRO (Arrahmah.id) – Sebuah video yang diunggah ke media sosial dalam beberapa hari terakhir berhasil membuat kegaduhan, pasalnya video tersebut menunjukkan air di lepas pantai Mesir dan Libanon surut melebihi level air surut biasanya, video tersebut disertai dengan klaim peringatan akan datangnya malapetaka. Video lain bahkan menunjukkan bebatuan di garis pantai dengan retakan di dalamnya.
Beberapa yakin bahwa insiden ini adalah tanda-tanda gempa bumi atau tsunami yang akan datang.
Video tersebut memicu kekhawatiran di kalangan netizen, yang sudah gelisah, menyusul serangkaian gempa bumi dan gempa susulan di wilayah tersebut awal bulan ini.
Sementara itu, para ilmuwan dan pejabat telah menolak klaim bahwa penurunan permukaan air laut di Mediterania Timur itu adalah tanda akan datangnya tsunami atau gempa bumi.
Para ahli mengatakan kepada The New Arab bahwa tingkat air surut yang disaksikan pekan ini di wilayah Mediterania Timur bukanlah tanda bencana alam yang akan datang.
“Selama 14 hari terakhir (mulai tanggal 7 Februari), pola terus menerus dari nilai tekanan atmosfer yang tinggi telah diamati di Mediterania Timur, mengakibatkan penurunan permukaan laut di berbagai area cekungan,” Leonidas Perivoliotis dan Dimitris Sakellariou, ilmuwan kelautan di Hellenic Center for Marine Research’s Institute of Oceanography, mengatakan pada Kamis (23/2).
“Ini bukan tanda gempa bumi atau tsunami yang akan datang dan tidak boleh dikaitkan dengan fenomena geologis atau seismologis apa pun. Menurut prakiraan terbaru, sistem tekanan tinggi ini tidak akan mempengaruhi daerah itu lagi.”
Di Libanon, media lokal mengutip pernyataan dari Dewan Nasional untuk Riset Ilmiah, bagian dari Universitas Amerika di Beirut (AUB), yang mengatakan tidak benar klaim bahwa permukaan air yang lebih rendah berarti tsunami akan datang.
Di Mesir, spekulasi atas peristiwa tersebut cukup untuk memicu tanggapan pemerintah.
Dewan Menteri mengatakan Selasa (21/2) bahwa surutnya air adalah “fenomena alami yang terjadi secara berkala” dan tidak mengindikasikan datangnya tsunami.
Badan resmi negara itu mendesak pengguna media sosial untuk “berhati-hati sebelum menerbitkan desas-desus semacam itu”, dan meminta warga untuk melaporkan unggahan yang mengklaim penurunan ketinggian air mengindikasikan bencana alam akan segera terjadi.
Informasi yang salah tentang bencana alam tersebar luas di media sosial sejak gempa 6 Februari.
‘Seismolog’ Belanda bernama Frank Hoogerbeets, yang secara luas dipuji secara online karena diduga ‘memprediksi’ gempa bulan ini, telah dikritik oleh para ilmuwan, yang bersikeras bahwa tidak mungkin memprediksi gempa bumi.
Direktur komunikasi Turki Fahrettin Altun mengatakan Turki mengalami “polusi informasi yang serius” dan pihak berwenang akan membagikan buletin harian yang mengoreksi informasi palsu. (zarahamala/arrahmah.id)