JAKARTA (Arrahmah.com) – Gebernur DKI Jakarta Basuki alias Ahok terus membuat kegaduhan di Jakarta, hal ini berpengaruh langsung terhadap stabilitas politik ibu kota Negara.
Mengutip JPNN, pemerhati politik dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Muchtar Sindang mengatakan, berbagai kegaduhan sosial terjadi di DKI Jakarta akan berpengaruh langsung terhadap stabilitas politik ibu kota negara. Menurutnya, kegaduhan itu akan semakin terlihat seiring semakin dekatnya pelaksanaan pemilihan gubernur DKI tahun depan.
“Misalnya tercermin dalam polemik sebuah kasus, antara kandidat dan pendukungnya saling serang dan membela diri, saling tuding untuk menjatuhkan lawan, penggunaan sosmed (media sosial, red) yang hampir setiap hari selalu memuat aksi-aksi bakal calon kepala daerah,” ujar Muchtar, Selasa (26/4/2016).
Menurutnya, jika kegaduhan sosial sampai terjadi, maka imbasnya bakal merugikan semua kalangan, hususnya warga Jakarta. Apalagi kondisi yang ada saat ini diyakini sangat terkait dengan perilaku Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang frontal dan penuh konroversi.
Yang dikhawatirkan Muchtar adalah terpicunya sentimen suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) akibat gaya Ahok dalam memimpin DKI. “Jadi jauh dari sikap santun, sarkasme dalam komunikasi sosial politiknya,” ulasnya.
Di sisi lain, katanya, nama-nama lain juga muncul sebagai bakal calon gubernur DKI. “Begitu juga dengan tokoh-tokoh yang saat ini muncul berkampanye sebagai calon gubernur Jakarta, semakin menciptakan potensi memicu ketegangan SARA,” ujarnya.
Muchtar pun berharap semua kalangan bisa menahan diri, tak terkecuali Ahok. Sebab, jika kegaduhan tetap terus berlangusng maka hal itu akan sangat berbahaya.
“DKI Jakarta merupakan barometer stabilitas sosial politik nasional, maka di samping harus terjaga kondusivitasnya, sangat dibutuhkan hadirnya pola kepemimpinan yang lebih intelektual dan santun, selain ketegasan yang berkarakter, tentu juga arif bijaksana,” ujar Muchtar.
(azm/arrahmah.com)