JAKARTA (Arrahmah.com) – Ahok terpojok sehingga harus mengeluarkan jurus mabok. Ini tampak dari pernyataannya yang menyebut laporan lembaga negara BPK ngaco. Sehingga wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengatakan hasil audit BPK terkait pengadaan lahan Sumber Waras ngaco adalah jurus mabok.
“Itu jurus orang mabok aja. Jurus halusinasi,” kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/4/2016), dikutip dari inilah.com
Menurut Fadli, jurus itu dikeluarkan oleh Ahok lantaran sudah terdesak dengan pemberitaan media. Sebab, belakangan ini selain ramai diberitakan soal kasus Sumber Waras, Ahok juga ramai diberitakan soal kasus dugaan suap pembahasan dua Raperda Reklamasi teluk Jakarta.
Fadli berharap sebagai wakil rakyat dirinya bisa mengawal dan melihat perkembangan kasus yang disebut-sebut melibatkan Ahok. Untuk itu, dia berdoa diberikan kesehatan untuk mengawal kasus ini.
“Mudah-mudahan kami (diberikan) umur panjang supaya bisa lihat dia pakai rompi oranye,” ujar dia menegaskan.
Sebelumnya Ahok menyatakan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyeret namanya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras adalah tidak benar.
“Orang jelas (audit) BPK ngaco begitu kok,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Untuk itu Ahok meyakini tidak akan terlilit kasus tersebut. “Lihat saja nanti,” singkatnya.
Diketahui, BPK menemukan adanya perbedaan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada lahan di sekitar RS Sumber Waras di Jalan Tomang Utara dengan lahan rumah sakit itu sendiri di Jalan Kyai Tapa.
BPK menaksir kerugian negara sebanyak Rp 191 miliar. Dalam laporannya, BPK meminta Ahok membatalkan pembelian. Namun Ahok tetap ngotot membeli lahan pembangunan RS Sumber Waras.
Dalam dugaan perkara tersebut, Ahok dilaporkan ke KPK karena dituding menyelewengkan pembelian lahan untuk pembangunan rumah sakit pemerintah itu seluas 3,7 hektar.
Namun, seolah merasa yakin tak bersalah, Ahok justru berencana memperluas rumah sakit tersebut apabila ada sejumlah pihak yang menjual lahan seluas 7,5 hektare itu di tengah Kota Jakarta.
BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.
Dalam LHP, antara lain BPK merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan Ahok agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.
Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan.
Banyak elemen masyarakat anti korupsi mendesak KPK untuk memenjarakan Ahok yang diduga kuat terlibat korupsi pada pembelian lahan RS Sumber waras. Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) sudah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dan KPK sejak tahun 2014 lalu. Namun, hingga saat ini kasus itu tidak pernah ada perkembangan. Jika berkaca pada kasus serupa di daerah-daerah di Indonesia, KPK langsung inisiatif untuk menangkap pejabat daerah bahkan tanpa adanya audit dari BPK. Seharusnya hal itu membuat KPK juga berinisiatif untuk segera mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Ahok. Terlebih, nilai total kerugian yang diakibatkan kebijakan Ahok, sekitar Rp 1,8 Triliun.
(azm/arrahmah.com)