JAKARTA (Arrahmah.com) – Ahmad Dhani, pentolan band Dewa 19 di dalam twitternya menolak pelarangan Irshad Manji untuk berbicara di Indonesia, berdalih bahwa Allah saja membiarkan Iblis beraksi di muka bumi, sehingga kita tidak perlu mempersoalkan orang-orang yang sesat. Angota komisi pengkajian dan penelitian MUI, angkat bicara mengenai ketidakfahaman Dhani tentang sifat-sifat setan yang ada di dalam al Qur’an.
“Iya syetan dibiarkan tuhan untuk hidup supaya apa? Supaya manusia ini dapat melihat mana yang baik, dan mana yang buruk, keberadaan syetan itu memang penting buat manusia, tapi Allah bukan saja membiarkan syetan itu hidup, tapi Allah memerintahkan kepada kita, hamba-Nya untuk menjadikan syetan itu musuh,” ungkap ustadz Fahmi Salim kepada arrahmah.com, Jakarta, Senin (7/5).
Sikap memusuhi setan, menurut Ustadz Fahmi, diperintahkan sendiri oleh Allah swt di dalam kitabnya yang mulia, al Qur’an.
“Kan jelas ayatnya innas syaithona lakum ‘aduwwun fa ‘ttakhidzuhu ‘aduwwan. Syetan itu musuh buat kalian, oleh karena itu, jadikanlah mereka sebagai musuh (QS. Faathir: 6 -red),” tukasnya.
Menjadikan syetan musuh, lanjutnya, mempunyai akibat dari permusuhan tersebut yang harus dijalani seorang Muslim.
“Konsekuensi Muslim menjadikan syetan musuh, jangan didekati, wala tattabi’u khutuwatisysyaithon, dan janganlah kalian mengikuti langkahnya, jangan dekat-dekat, jangan memberi ruang kepada syetan atau pengikutnya, kalau diberi ruang potensi kerusakannya kan besar,” terang salah satu anggota INSIST ini.
Terhadap Irshad Manji pun, menurut lulusan Al Azhar Kairo ini, tidak perlu diberi ruang untuk berbicara, jika ingin memahami kerusakan perempuan lesbi tersebut, cukup melihat karya-karyanya.
“Lagi pula untuk mengetahui kerusakan pemikiran Irshad Manji tidak perlu diajak diskusi, cukup saja baca bukunya. Jika ingin mengetahui kerusakan pemikirannya, tidak perlu orangnya datang. Kalau menghadirkan orangnya malah masalah,” imbuhnya.
Sebab, sebagaimana konsekuensi memusuhi syetan, orang-orang yang mempropagandakan kemunkaran layaknya Irshad Manji ini, disikapi seperti memusuhi syetan pula.
“Setiap yang mempromosikan kesesatan-kesesatan itukan syetan yang menjerumuskan manusia dari jalan yang benar, syetan itu musuh semua nabi. Yang menjerumuskan kaum nabi Luth melakukan praktek menjadi homoseksual, kan syetan siapa lagi?” lontarnya.
Pelajaran dalam al Qur’an
Maka dari itu, ia mengajak kepada kaum Muslimin agar menjadikan al Qur’an sebagai pelajaran yang harus diambil dalam menilai kehidupan.
“Kita belajarlah dari sejarah yang diungkapkan dari al Qur’an tentang kisah-kisah kaum nabi terdahulu, itu kan banyak dikisahkan di surat al Araf, Luth, al Anbiya. Kaum-kaum yang membangkang itu kan prototype yang mengikuti metode atau jalan fikiran syetan,” bebernya.
Dimana menurutnya, al Qur’an juga menerangkan bentuk-bentuk kemunkaran dalam berbagai bidang, di antaranya bidang ekonomi seperti kaum nabi Syu’aib, di bidang akhlak seperti kaum nabi Luth, di bidang aqidah seperti Namrudz atau kaum Nabi Ibrohim, serta di bidang politik dan sosial seperti Fir’aun.
“Kemunkaran-kemunkaran itu yang diceritakan al-Qur’an sama dengan liberalisme, kalau dahulu kita menghadapi liberalisme klasik, sekarang kita menghadapi hal yang mirip atau liberalisme modern,” tegasnya.
Hanya saja, lanjut Ustadz Fahmi kemunkaran kaum terdahulu langsung dihancurkan dengan Azab Allah, berbeda dengan umat masa sekarang.
“Setelah masa-masa nabi terdahulu Allah tidak mengazab suatu kaum karena dosa tertentu, kenapa? Karena agar mereka dapat beriman kepada ajaran rasulullah hingga hari kiamat. Jadi tidak ada yang dihancurkan seperti umat terdahulu,” ujarnya.
Nah seperti pertanyaan kaum liberal, kenapa orang-orang homoseksual zaman sekarang tidak diazab seperti kaum nabi Luth. Jawab ustadz fahmi, “Nabi Muhammad itu pembawa rahmatan lil alamin sehingga setelah Rasulullah diutus Allah tidak mengazab sedemikian rupa seperti kaum-kaum terdahulu. Para mufasir menerangkan ayat wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil alamin, bahwa ayat ini menjadi penjelas bahwa ini adalah bukti Allah tidak akan mengazab umat Nabi Muhammad yang tidak mau beriman seperti umat-umat terdahulu.”
“Jadi sebenarnya kemunkaran itu sudah ada sejak dahulu, sekarang ini hanya copy paste, al-Qur’an sudah tuntas menjelaskannya, kita flashback ke belakang ini,” tambahnya.
Terkait dengan tindakan masarakat melakukan pelarangan terhadap diskusi Irshad Manji, Ustadz Fahmi berpendapat bahwa hal tersebut sudah tepat secara tradisi dan syar’i.
“Jadi apa yang dilakukan masyarakat atau warga itu benar dan diserahkan ke jalur hukum karena meresahkan mereka. Idealnya aparat negara yang inisiatif membatalkan, dalam konsep Hisbah(pelaksanaan Amar ma’ruf nahi munkar). Tapi karena belum ideal dan pasif, maka warga masyarakat bisa proaktif membenahi kemunkaran-kemunkaran yang terjadi. Itulah kearifan lokal yang baik dan benar sesuai syari’ah Islam selama tidak anarkis,” pungkasnya. Karena jika anarkis akan dituntut balik dan umat yang akan menderita kerugian. (bilal/arrahmah.com)