KAUKASUS (Arrahmah.com) – Rusia mungkin telah banyak membunuh para pemimpin Islam kharismatik di Kaukasus, tapi setiap hal itu terjadi, mereka akan digantikan dengan yang baru, ujar seorang pengamat ahli dari Moscow Carnegie Center, Alexei Malashenko, dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh harian Austria, Der Standard.
Setelah kebangkitan Islam sebagai hasil dari runtuhnya Uni Soviet, Malashenko melihat gelombang baru Islamisasi di Kaukasus Utara, “shariatization”, begitu ia menyebutnya. Penulis artikel, Joseph Kirhengast menuliskan, “Pergerakan radikal, milik kalangan minoritas, sedang berusaha mendirikan negara Islam independen di Kaukasus Utara dengan Syariah sebagai sistem hukum”.
Namun, kebanyakan Islamis juga menyambut Syariah Islam, tetapi dalam “subjek khusus” dari Federasi-semacam daerah otonom di dalam Rusia terutama dalam rangka terus menerima saluran dana dari Moskow, penulis menulis bahwa mayoritas Muslim diduga ingin “terbebas” dari Rusia.
“Islamisasi memiliki alasan politik dan sosial, namun mereka tidak mengerti perkembangan di Kaukasus di Moskow,” ujar Malashenko. “Medvedev dan Putin sepanjang waktu menunjukkan bahwa Rusia adalah negara “multi-etnis”, tetapi “tidak ada yang dilakukan untuk kepentingan itu”.
Perlu diketahui, bahwa penelitian terbaru yang dilakukan di Imarah Kaukasus menunjukkan bahwa tingkat intoleransi dan permusuhan terhadap Muslim oleh agresor termasuk Rusia telah tumbuh sangat pesat.
Di provinsi Nokhchicho hampir setengah dari penduduk, yaitu 44 % melaporkan sikap negatif mereka terhadap agama lain, terutama Kristen.
Survei ini mengemukakan pertanyaan mengenai tingkat religiusitas penduduk Muslim, sikap masyarakat terhadap agama lain, khususnya terhadap Salafi yang terus mendapat dukungan. Data yang diperoleh menunjukkan mereka termanifestasi di mana-mana.
Dalam hal ini, para peneliti percaya bahwa “identitas baru Muslim muncul di Kaukasus Utara, ini adalah benturan peradaban”. (haninmazaya/arrahmah.com)