WASHINGTON (Arrahmah.com) – AS mengharapkan “serangan 11 September baru”-kali ini dalam bentuk bencana alam-perkiraan suram tersebut disuarakan oleh Wakil Menteri Pertahanan, Paul Stockhon yang bertanggung jawab atas keamanan di Pentagon, Amerika Serikat. Dia menyebut mereka “bencana kompleks” dan mencatat bahwa mereka akan memiliki banyak efek termasuk sosial dan politik, tulis Newsweek.
Stockhon membuat rencana dalam kasus bencana apokaliptik yang pernah bisa merubah kehidupan jutaan orang amerika. Dalam model barunya, muncul bencana yang dapat menghancurkan puluhan ribu orang, merusak ekonomi dan pukulan melalui celah besar dalam keamanan nasional. “Dan teroris yang akan bertanggung jawab untuk kekejaman ini adalah Induk Alam,” tulis mingguan tersebut.
Deputi Menteri dan para ahli lainnya tidak ragu mengenai adanya bencana yang lebih merusak dari Badai Katrina yang pasti akan terjadi. Pemanasan global dan naiknya permukaan air laut sudah menghasilkan badai yang lebih kuat dan badai yang lebih berbahaya dan luas, kata penulis. Masalahnya adalah bahwa daerah-daerah di jalan bencana alam adalah daerah yang penduduknya padat, karena lebih banyak orang pindah ke daerah metropolitan yang terletak di pantai, para ahli menjelaskan.
Terdapat skenario yang lebih mengerikan dari gempa Maret di Jepang yang menyebabkan tsunami dan kecelakaan di situs nuklir, ujar mingguan AS. Pada musim dingin 1811-1812 di AS, utara Memphis, terdapat serangkaian gempa bumi yang kuat. Sungai Mississipi mengalir saat itu dan di sana diciptakan danau baru. Namun korban hanya sedikit, karena itu merupakan daerah yang jarang penduduknya.
Ilmuwan Amerika menghitung bahwa jika sebuah gempa berkekuatan 7,7 SR akan menyerang lagi, hari ini di tempat yang sama akan mati atau terluka hingga 86 ribu orang, kerusakan langsung terhadap perekonomian akan mencapai 300 miliar USD, mungkin juga akan ada kerusakan pada 15 nuklir pembangkit listrik. Ini akan membutuhkan 42.000 personil penyelamat dan karena itu otoritas harus menarik tentara. Itulah mengapa Stockhon terus mempertahankan perhatiannya dalam potensi bencana alam, ujar mingguan Newsweek. (haninmazaya/arrahmah.com)