JAKARTA (Arrahmah.id) – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, serangga seperti belalang dan ulat sagu bisa menjadi bagian dari menu protein program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri Rapimnas PIRA Gerindra di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1/2025).
Mungkin saja ada satu daerah yang suka makan serangga, belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein,” ujar Dadan, lansir Kompas. com, Sabtu.
Meski diusulkan menjadi menu MBG, Dadan menambahkan, hal ini bisa diterapkan di daerah yang anak-anaknya biasa makan serangga.
Menu protein untuk program Makan Bergizi Gratis di berbagai daerah tetap akan menyesuaikan potensi sumber daya dan kesukaan lokal anak-anak dari suatu daerah.
Ahli gizi Tan Shot Yen tidak menyambut baik rencana memasukkan serangga ke dalam menu Makan Bergizi Gratis di daerah tertentu.
“Menyajikan serangga dalam lauk MBG, rasanya bukan hanya tidak etis jika bukan tradisi setempat tapi malah merusak nafsu makan, menjadikan anak jadi proyek uji coba,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/1/2025).
Dia menjelaskan, proses makan bukan hanya mengenai kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi.
Namun, proses makan juga menyangkut banyak hal, seperti kebiasaan, tradisi, kenikmatan, serta faktor keamanan pangan.
Menurutnya, Indonesia sejatinya negara yang kaya akan sumber pangan protein hewani. Dengan begitu, rencana memberikan serangga untuk makanan anak, kurang sesuai kultur di semua wilayah Indonesia.
Daripada makan serangga, pemerintah bisa memilih sumber protein dari telur, ayam, ikan untuk anak-anak yang mengikuti program Makan Bergizi Gratis.
“Saya tidak yakin generasi sekarang masih mengonsumsinya (serangga) dan faktor keamanan pangan yang perlu dipertimbangkan,” tambah dia.
Dia menjelaskan, serangga yang akan dikonsumsi bisa saja terkena obat nyamuk atau pestisida. Senyawa kimia itu tentu berbahaya bagi tubuh manusia.
Tak hanya itu, kandungan protein dan jumlah serangga yang akan dikonsumsi juga perlu mendapat perhatian lebih.
Bisa saja, serangga tidak mengandung protein yang cukup baik sehingga harus dimakan dalam porsi besar. Padahal, anak belum tentu menyukainya.
(ameera/arrahmah.id)