PARIS (Arrahmah.com) – Suhu permukaan laut yang panas seiring dengan El Niño di Samudera Pasifik memicu cuaca buruk yang meninggalkan jejak kehancuran dari AS hingga Australia, Inggris dan Amerika Latin, para ahli mengatakan pada Senin (28/12/2015), sebagaimana dilansir oleh Al Jazeera.
“El Niño telah memungkinkan lebih banyak uap air masuk ke atmosfer melalui penguapan,” kata Bob Hensen, seorang ahli meteorologi dan iklim.
“Kami sudah mengalami serangkaian udara yang panas, massa kelembaban udara bergerak naik dari daerah tropis. Itu yang memicu badai dan banjir di Selatan, dan suhu udara yang panas di Timur dan beberapa badai di Inggris.”
“El Niño biasanya berlangsung selama beberapa bulan, dan kita sekarang tepat di pertengahan,” katanya.
El Niño adalah pemanasan berkala suhu permukaan laut di bagian timur ekuator Pasifik. Di antara efeknya adalah peningkatan kelembaban udara yang naik dan bergerak ke timur dan utara, yang menyebabkan hujan deras dan banjir di beberapa wilayah, dan suhu panas di wilayah yang lainnya.
“Ini mungkin yang paling kuat dalam 100 tahun terakhir,” kata Jerome Lecou, seorang ahli iklim pada badan cuaca Perancis Meteo Grance. Ia mengatakan, pengukuran yang akurat baru ada pada pertengahan abad ke-20.
Banjir dan longsor yang ditimbulkan oleh hujan lebat melanda Paraguay, Argentina, Uruguay, dan Brasil, hari-hari terakhir ini. Di AS tengah dan barat daya, cuaca ekstrem telah menyebabkan badai salju, hujan yang membekukan dan tornado.
“Kami sudah menyaksikan El Niño sebelumnya, [tapi] kami belum pernah melihat akhir Desember yang panasnya seperti ini, dengan suhu melonjak ke 70-an di Amerika Serikat bagian timur laut,” kata Michael Mann, direktur Earth System Science Center di Universitas Negeri Pennsylvania.
Sementara di Pasifik, kebakaran hutan di Australia yang diperparah oleh suhu tinggi dan kondisi sangat kering telah melalap lebih dari 100 rumah di luar kota Melbourne. Di Asia selatan dan tenggara, hujan yang dinanti-nanti hanya turun secara terbatas.
Menurut Oxfam, kekeringan di Afrika utara akan memerlukan bantuan pangan, terutama di Etiopia.
“Peran El Nino yang kita saksikan di seluruh bumi adalah jelas,” kata Herve Le Treut, ilmuwan iklim dan Direktur Lembaga Pierre-Simon Laplace, federasi pusat riset Perancis.
El Nino yang rata-rata muncul tiap empat sampai tujuh tahun dan berlangsung dari Oktober sampai Januari disebabkan oleh pergeseran angin pasat di Pasifik sekitar Khatulistiwa.
Permukaan lyang ebih panas yang biasanya berakumulasi di Pasifik timur bergerak ke barat. Hal ini menyebabkan curah hujan lebih banyak sepanjang pesisir barat benua Amerika dan kondisi yang lebih kering dibanding biasanya di Australasia dan Asia Tenggara.
El Nino tahun ini adalah yang terkuat yang pernah diukur, melampaui fenomena tahun 1997-1998, baik dalam hal suhu permukaan samudra, yang naik lebih dari 3 derajat celsius, maupun area permukaan yang terkena dampak, demikian Le Treut.
Seperti yang terjadi tahun 1998, super El Nino tahun ini akan membuat tahun 2015 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat. Namun, kebalikannya mungkin juga terjadi. Perubahan iklim meningkatkan kekuatan peristiwa yang disebabkan El Nino.
(ameera/arrahmah.com)