JAKARTA (Arrahmah.id) – Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh I Wayan Agus Suartama atau Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas, tengah menjadi perhatian luas.
Pria asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan terhadap 15 korban, termasuk anak di bawah umur.
Proses hukum yang berlangsung sejak Senin, 9 Desember 2024, mendapat sorotan masyarakat dan bahkan menjadi atensi Menteri Sosial.
Kisah Agus Buntung mengundang pertanyaan, bagaimana seorang penyandang disabilitas dapat melancarkan aksinya.
Berdasarkan informasi dari kepolisian, Agus menggunakan manipulasi emosional dan ancaman psikologis untuk memaksa korban menuruti keinginannya.
Tindakan ini menimbulkan kemarahan publik, terutama setelah beberapa bukti berupa rekaman video dan suara terungkap.
Polda NTB memastikan proses hukum berjalan transparan dengan menggelar pemeriksaan dan rekonstruksi kasus.
Sementara itu, pihak berwenang terus menerima laporan tambahan dari korban yang berani melapor. Kasus ini memberikan pelajaran penting terkait perlindungan terhadap korban dan penegakan hukum bagi pelaku, termasuk penyandang disabilitas.
Penetapan Agus Buntung sebagai Tersangka
Agus Buntung ditetapkan sebagai tersangka setelah ada laporan dari seorang mahasiswi.
Tersangka diduga melakukan pelecehan seksual terhadap total 15 korban, tiga di antaranya anak di bawah umur. Polisi menyatakan, Agus menggunakan ancaman untuk membongkar aib korban demi memuluskan aksinya.
Polda NTB menetapkan Agus sebagai tahanan rumah karena keterbatasan fasilitas rutan yang ramah disabilitas. Namun, proses hukum terhadapnya tetap berjalan dengan pendampingan kuasa hukum.
Proses Pemeriksaan di Polda NTB
Pemeriksaan Agus dimulai pada Senin, 9 Desember 2024, di ruang Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda NTB.
Pemeriksaan berlangsung selama beberapa jam dengan melibatkan pengacara dan pihak keluarga. Kombes Syarif Hidayat, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, menyatakan proses ini dilakukan sesuai standar hukum.
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, bahkan turut hadir di lokasi pemeriksaan untuk memastikan hak tersangka sebagai penyandang disabilitas tetap terpenuhi.
Mensos juga mengapresiasi Polda NTB yang berkomitmen menangani kasus ini dengan pedoman hukum khusus.
Agus diduga memanfaatkan manipulasi emosional untuk memaksa korbannya.
Rekaman video dan suara yang digunakan sebagai alat bukti menunjukkan bagaimana Agus mempengaruhi korbannya. Dua korban baru melaporkan kasus ini ke Komisi Disabilitas Daerah NTB dengan membawa bukti tambahan.
Para penyidik kini fokus melengkapi barang bukti untuk memenuhi petunjuk jaksa peneliti. Bukti-bukti ini akan digunakan dalam proses rekonstruksi kasus yang dijadwalkan berlangsung di beberapa lokasi kejadian.
(ameera/arrahmah.id)