Oleh: Sri Nurhayati, S.Pd.I
(Praktisi Pendidikan)
Jumat, 26 Juli 2024, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan (UU Kesehatan) yang resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. (Tempo.com)
Pada pasal 103 PP ini disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi informasi dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Pada pasal 103 ayat 3, dikatakan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi ini dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar yang membahas tentang kesehatan (sistem reproduksi) proses ini dilakukan di satuan Pendidikan atau kegiatan di luar sekolah.
Sedangkan, untuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja sedikitnya terdiri dari deteksi penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling dan penyediaan alat kontrasepsi. (Tempo.com)
Terbitnya peraturan pemerintah ini yang secara tidak langsung memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa sekolah atau pelajar mendapatkan kecaman dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Beliau mengatakan bahwa penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama dengan membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar. (Metro news.com)
Pernyataan Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini bukanlah hal yang tanpa sebab. Jika kita melihat bagaimana pergaulan dan sosial para remaja kita saat ini, begitu miris dan memprihatinkan, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia yang sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah tercatat 20% direntang usia 14 hingga 15 tahun. Sebesar 60% usia 16 hingga 17 tahun. 20 % lainnya pada usia 19 hingga 20 tahun. Hal ini disampaikan oleh Ketua BKKN Hasto Wardoyo (dikutip dari Merdeka, Sabtu 5/6/2023).
Sungguh angka pergaulan bebas yang terjadi di tengah generasi muda begitu memprihatinkan. Apalagi tahun 2023 lalu, banyak bermunculan pengajuan dispensasi nikah akibat hamil sebelum menikah. Dari data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, jumlah kasus dipensasi kawin per 8 Februari 2023 ada lebih dari 50 ribu kasus. (MuslimahNews)
Jumlah itu adalah jumlah yang terdata, yang tidak terdata tentu lebih banyak. Sungguh miris, hanya untuk menyalurkan hasrat seksual, mereka rela dan sangat mudah melakukan perbuatan keji dan melanggar aturan agama.
Perilaku generasi kita saat ini telah melampaui batas, interaksi mereka dengan lawan jenis sudah tak memiliki aturan. Bahkan, seks bebas (zina) sudah dianggap bagian dari pergaulan mereka. Sebagian mereka menganggap berciuman, berpelukan, meraba pacarnya, termasuk berzina dengan lawan jenis bukan suatu yang tabu lagi bagi mereka. Keperawanan atau keperjakaan bukan suatu yang penting lagi.
Kondisi ini menunjukkan kerusakan moral telah terjadi di tengah generasi kita. Hal ini terjadi tak lepas dari pengaruh kehidupan saat ini yang terjebak dengan arus hidup liberalis. Kebebasan berperilaku misalnya, telah merasuki kehidupan mereka, hal ini bisa kita lihat dari konten-konten di media sosial yang banyak melakukan hal-hal negatif.
Bahkan, mereka pun menjadi pelaku ataupun penikmat konten-konten pornografi. Pada tahun 2021 saja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan 66,6 persen anak laki-laki di Indonesia telah mengakses pornografi secara daring (online), sedangkan pada anak perempuan 62,3 persen. Bahkan 38,2 persen anak pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui daring.
Penyediaan Alat Kotrasepsi Perkuat Liberalisasi
Diresmikannya peraturan pemerintah yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar ini, sesungguhnya secara tidak langsung memberikan jalan untuk menumbuh suburkan pergaulan bebas di tengah-tengah generasi muda. Penyediaan alat kontrasepsi ini akan membuat para remaja merasa lebih aman melakukan seks di luar nikah. Mereka tidak merasa takut akan risiko di luar nikah, seperti kehamilan, tertular penyakit kelamin dan lainnya.
Padahal pemakaian alat kontrasepsi ini tidak menjamin mereka tidak hamil. Apalagi terkait penularan penyakit menular seperti virus HIV/AIDS, karena ukuran virus ini lebih kecil dari lubang pori-pori pada alat kontrasepsi. Ukuran pori-pori alat kontrasepsi sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 saat dipakai. Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron, sehingga virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalu pori-porinya.
Oleh karena itu, penyediaan alat kontrasepsi hanya akan menumbuh suburkan pergaulan bebas di kalangan pelajar. Hal ini akan menjadikan risikonya pun akan terus bertambah. Alhasil, penyediaan kontrasepsi ini hanya akan menguatkan arus liberalisasi, terutama kebebasan berperilaku di kalangan generasi muda kita akan makin bebas.
Penyediaan alat kontasepsi ini secara tidak langsung melegalkan pergaulan bebas dengan berlindung dengan seks aman. Padahal sejatinya seks bebas tidak akan pernah aman, bukan hanya kehamilan dan penyakit menular yang akan mengintai para pelakunya. Tetapi, dosa dan kemurkaan Allah senantiasa mengintai mereka.
Pergaulan bebas alias perzinaan yang tak malu lagi dilakukan hanya akan mengundang azab Allah bagi mereka yang melakukan dan bagi kita yang membiarkan mereka melakukan kemaksiatan ini.
Islam Menjaga Generasi dari Pergaulan Bebas
Islam sebagai agama yang diridai oleh Allah memiliki seperangkat aturan, termasuk menjaga generasi agar jauh dari pergaulan bebas. Penjagaan Islam ini dimulai dari bagaimana menguatkan pondasi keimanan pada diri setiap generasi muda. Keimanan adalah benteng utama yang akan menjadi kekuatan utama untuk menjaga diri dari perilaku maksiat.
Selain keimanan, pemahaman akan aturan hidup dalam Islam perlu untuk diberikan kepada mereka. Keterikatan terhadap aturan Allah menjadi filter juga dalam berbuat, anak dapat memahami mana yang boleh dan mana yang tidak. Ini adalah pilar pertama dalam penjagaan Islam terhadap generasi.
Penguatan keimanan dan pemahaman terhadap aturan Islam adalah perkara yang penting dibentuk dalam diri anak. Pembentukan ini dilakukan di dalam lingkungan keluarga, terutama orang tua. Mereka harus dibekali dengan pemahaman yang utuh akan keimanan dan keterikatan terhadap aturan Allah dengan memahamkan mereka terhadap aturan Allah ini.
Penguatan keimanan dan pemahaman aturan Islam ini, termasuk di dalamnya memahamkan akan pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis yang perlu diajarkan kepada anak-anak kita.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ustadzah Najmah Sa’adah beliau menjelaskan pokok-pokok pendidikan seks ini diantaranya, menanamkan rasa malu pada anak, menanamkan maskulinitas bagi anak laki-laki dan feminitas bagi anak perempuan, memisahkan tempat tidur anak, mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam tiga waktu), mendidik anak dalam menjaga kebersihan alat kelamin, mengenalkan mahram, mendidik anak agar selalu menundukkan pandangan, mendidik anak, menghindari ikhtilat dan kholwat, mendidik anak etika dalam berhias dan memahamkan tentang ihtilam dan haid. (MuslimahNews.com)
Selain penguatan keimanan dan pemahaman Islam ini, penjagaan generasi dikuatkan dengan adanya kontrol masyarakat, inilah pilar kedua dalam menjaga generasi. Kontrol masyarakat sangat diperlukan, seperti aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar.
Ketika anak berada di luar keluarganya, mereka dijaga dengan adanya saling mengingatkan (amar ma’ruf) di tengah masyarakat. Selain itu adanya aktivitas nahi mungkar, yakni mencegah kemaksiatan akan mencegah generasi kita dari perilaku buruk dan keji, seperti berzina.
Selain penjagaan di keluarga dan masyrakat, pilar ketiga adalah adanya penerapan aturan oleh negara. Adanya aturan oleh negara adalah pilar yang akan menjaga secara kuat dan mencegah generasi kita agar mereka tidak terjerumus pada jurang kemaksiatan.
Negara sebagai institusi yang memiliki wewenang dalam menerapkan aturan dan kebijakan yang akan menghindarkan mereka dari hal keji. Seperti dengan menutup media-media yang menyebarkan konten-konten negatif, seperti pornografi.
Selain itu, negara akan memberikan sanksi yang tegas untuk mencegah tindakan keji, seperti zina. Negara dapat menjatuhkan sanksi tegas kepada para pezina, bagi mereka yang belum menikah (ghayr muhshan) seperti pemuda dan pelajar diancam dengan hukuman 100 kali cambukkan (QS An-Nur ayat 2). Sedangkan bagi mereka yang sudah menikah (muhshan) akan dijatuhi hukuman rajam hingga mati.
Adapun bagi mereka yang melakukan tindak asusila, walaupun tidak sampai berzina seperti berkhalwat, bercumbu dan lainnya, juga akan dijatuhi sanksi seperti penjara bergantung pada jenis tindakan asusilanya. (Buletin Kaffah No. 278)
Itulah bentuk penjagaan Islam untuk menjauhkan generasi kita dari perilaku buruk dan keji. Islam akan menjaga kehormatan kita agar senantiasa terjaga dan mencegah dari terjerumus pada jurang kemaksiatan yang akan membawa kita pada khancuran. Wallahu’alam bis shawwab