MANSILA (Arrahmah.id) – Sebuah kelompok bersenjata yang terkait dengan Al-Qaeda, Jama’at Nusrat al-Islam wal-Muslimin (JNIM), telah mengaku bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan sebagai serangan pada tanggal 11 Juni yang menewaskan lebih dari 100 tentara Burkina Faso di daerah Mansila dekat perbatasan dengan Niger, demikian ungkap Kelompok Intelijen SITE.
Pada Ahad (16/6/2024), SITE mengutip pernyataan JNIM yang mengatakan bahwa lima hari yang lalu “para pejuang menyerbu sebuah pos militer di kota tersebut, di mana mereka menewaskan 107 tentara dan mengambil alih tempat tersebut”.
Beberapa video yang dibagikan secara daring oleh JNIM menunjukkan baku tembak di sekitar pangkalan militer. Video lain menunjukkan tampilan amunisi dan puluhan senjata, dan setidaknya tujuh tentara Burkina Faso yang tertangkap.
Serangan yang dilaporkan pada Juni ini merupakan salah satu serangan paling mematikan yang dialami oleh tentara negara Sahel di Afrika Barat tersebut.
Ulf Laessing, kepala program Sahel di Konrad Adenauer Foundation, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pemerintah sedang berusaha melawan kelompok-kelompok bersenjata tersebut namun belum merekrut tentara profesional untuk melakukannya.
“Mereka merekrut 50.000 sukarelawan, yang kebanyakan dari mereka hanya mendapat pelatihan singkat. Jadi mereka agak rentan terhadap kerugian dan sayangnya tidak terlalu efisien. Hampir setiap hari ada kejadian seperti ini,” katanya.
“Saat ini Anda memiliki 50-60 persen wilayah [Burkina Faso] yang berada di luar kendali pemerintah. Pemerintah berusaha keras, mereka membeli senjata, mereka memiliki kemitraan militer dengan Rusia, tetapi tidak terlalu berhasil.”
Niger dan Mali juga sedang berjuang untuk mengatasi pertempuran yang terkait dengan Al-Qaeda dan ISIS. Kerusuhan ini juga mengancam stabilitas wilayah Sahel karena kelompok-kelompok bersenjata, yang menguasai sebagian wilayah di Burkina Faso dan Mali, menggunakan wilayah-wilayah tersebut sebagai pangkalan untuk menyasar negara-negara pantai selatan.
Laessing mencatat bahwa meskipun Mali dan Niger memiliki masalah yang sama, negara mereka jauh lebih besar.
“Burkina Faso adalah yang terkecil di antara ketiganya dan sangat padat penduduknya. Setiap kali tentara menyerang, Anda akan mendapatkan lebih banyak korban sipil, yang membuatnya sangat brutal,” katanya.
Selama lebih dari satu dekade, kelompok-kelompok bersenjata telah menewaskan ribuan orang dan membuat lebih dari dua juta orang mengungsi di Burkina Faso.
Selain itu, negara ini menduduki peringkat teratas dalam daftar Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) sebagai negara dengan krisis pengungsian yang paling terabaikan di dunia.
Kekerasan menewaskan lebih dari 8.400 orang tahun lalu, dua kali lipat jumlah kematian dari tahun sebelumnya, menurut NRC.
Sekitar dua juta warga sipil terjebak di 36 kota yang diblokade di seluruh Burkina Faso pada akhir 2023. (haninmazaya/arrahmah.id)