AFGHANISTAN (Arrahmah.com) – Sebuah ledakan terjadi di masjid Yaqoub di kota Khost, Afghanistan timur, yang digunakan sebagai tempat pendaftaran pemilih dalam pemilu mendatang. Setidaknya 14 orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Waheed Majrooh, juru bicara Kementerian Kesehatan Publik Afghanistan, mengatakan bahwa 14 orang tewas dan lebih dari 30 orang lainnya luka-luka dalam serangan yang terjadi pada Ahad (6/5/2018), sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Bom itu meledak ketika warga sipil sedang berkumpul, baik untuk beribadah atau pun untuk mendaftar. Ledakan tersebut meningkatkan kekhawatiran akan keamanan lebih lanjut menjelang pemilu, yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan Oktober.
Zabihullah Mujahid, juru bicara Imarah Islam Afghanistan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan itu.
Masalah keamanan
Awal bulan ini ledakan juga terjadi di pusat pendaftaran pemilih di ibukota Kabul dan di provinsi Baghlan yang menewaskan 63 orang dan melukai lebih dari 100 orang lainnya.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan di Kabul
“Serangan terhadap pusat pendaftaran pemilih, untuk pemilu mendatang, menunjukkan dengan jelas bahwa pihak oposisi mencoba untuk menggagalkan pemilihan yang telah ditunggu-tunggu,” kata Jennifer Glasse kepada Al Jazeera.
Diperkirakan sebanyak satu juta orang telah terdaftar sejauh ini untuk mengambil bagian dalam pemungutan suara, Glasse mencatat, hal itu masih jauh dari target pemerintah yang mengharapkan ada 15 juta pendaftar pada pertengahan Juni.
“Hal tersebut sekarang tampaknya menjadi prospek yang tidak terjangkau,” tambah Glasse, dia mencatat bahwa banyak orang di Kabul yang “takut untuk pergi ke salah satu pusat pendaftaran pemilu”.
Jumlah pemilih rendah
Pejabat pemilu juga mengakui bahwa pendaftaran pemilih sejauh ini sangat rendah.
Aminullah Habibi, seorang mantan penasihat untuk pasukan internasional Afghanistan yang berbasis di Kabul, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa alasan rendahnya angka pemilih yang mendaftar adalah karena kurangnya keamanan di sekitar pusat-pusat pendaftaran.
“Jika serangan seperti itu terus terjadi, maka hal tersebut akan menghalangi orang-orang untuk mendaftar. Sehingga akan menimbulkan banyak pertanyaan tentang kemampuan pemerintah untuk menggelar pemilihan ini,” katanya.
“Sudah satu bulan sejak pendaftaran dibuka dan sejauh ini kami hanya mendapatkan sekitar satu juta orang yang telah mendaftar untuk berpartisipasi dalam pemungutan suara,” tambahnya. “Pemerintah tidak dapat mengelola keamanan dengan baik, meski pun memiliki sumber daya yang cukup untuk itu.”
(Rafa/arrahmah.com)