HERAT (Arrahmah.id) – Jumlah korban tewas akibat gempa bumi dahsyat di Afghanistan barat diperkirakan mencapai 2.000 orang, kata seorang pemimpin senior Imarah Islam Afghanistan (IIA), dan menambahkan bahwa jumlah tersebut mungkin akan terus bertambah dalam salah satu gempa bumi paling mematikan yang melanda negara itu dalam dua dekade terakhir.
Suhail Shaheen, juru bicara IIA yang berbasis di Qatar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa banyak orang hilang dan operasi penyelamatan sedang dilakukan untuk menyelamatkan orang-orang yang terjebak dalam puing-puing setelah gempa berkekuatan 6,3 SR di provinsi Herat.
Shaheen mengatakan bahwa ada kebutuhan mendesak akan tenda, obat-obatan dan makanan di daerah-daerah yang dilanda bencana, dan ia mengimbau para pengusaha dan LSM setempat untuk ikut membantu orang-orang yang membutuhkan.
Sebelumnya, Abdul Wahid Rayan, juru bicara Kementerian Informasi dan Kebudayaan, mengatakan kepada The Associated Press bahwa lebih dari 2.000 orang tewas akibat gempa bumi dan gempa susulan yang kuat. Sekitar enam desa telah hancur dan ratusan warga sipil terkubur di bawah reruntuhan, katanya, seraya menyerukan bantuan segera.
Otoritas bencana nasional negara itu mengatakan pada Sabtu (7/10/2023) bahwa gempa tersebut telah menewaskan sekitar 100 orang.
Kemudian pada Sabtu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan angka awal 320 kematian. Namun, kemudian PBB mengatakan bahwa angka tersebut masih diverifikasi, sementara Bulan Sabit Merah mengatakan bahwa 500 orang tewas.
Gempa berkekuatan 6,3 SR menghantam 40 km (24 mil) barat laut kota Herat sekitar pukul 11.00 pada Sabtu (7/10), menurut US Geological Survey (USGS). Gempa susulan yang kuat dirasakan di provinsi Badghis dan Farah yang berdekatan.
Kerusakan yang meluas
Di kota Herat, seorang warga, Abdul Shakor Samadi mengatakan bahwa gempa tersebut diikuti oleh setidaknya lima gempa susulan yang kuat sekitar tengah hari.
“Semua orang keluar dari rumah,” kata Samadi. “Rumah-rumah, kantor-kantor dan toko-toko semuanya kosong dan ada kekhawatiran akan adanya gempa susulan. Saya dan keluarga saya berada di dalam rumah. Saya merasakan guncangannya.”
Keluarganya mulai berteriak dan berlari ke luar rumah, takut untuk kembali ke dalam rumah.
Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mengatakan bahwa gempa tersebut diikuti oleh tiga gempa susulan yang kuat -berkekuatan 6,3 SR, 5,9 SR, dan 5,5 SR- serta guncangan yang lebih lemah.
Juru bicara otoritas manajemen bencana Afghanistan, Mohammad Abdullah Jan, mengatakan bahwa gempa dan gempa susulan merusak rumah-rumah di empat desa di distrik Zendeh Jan, provinsi Herat. Ada juga laporan mengenai kerusakan yang meluas pada rumah-rumah di provinsi Farah dan Badghis.
Unit Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Afghanistan mengatakan bahwa mereka mengirimkan 12 ambulans ke Zendeh Jan untuk memindahkan orang-orang yang terluka ke rumah sakit.
“Seiring dengan terus dilaporkannya korban jiwa dan luka-luka akibat gempa bumi, tim-tim berada di rumah sakit-rumah sakit untuk membantu perawatan korban luka-luka dan menilai kebutuhan-kebutuhan tambahan,” kata badan PBB tersebut melalui media sosial X, yang sebelumnya dikenal dengan nama Twitter. “Ambulans yang didukung WHO mengangkut mereka yang terkena dampak, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.”
Abdul Ghani Baradar, wakil perdana menteri untuk urusan ekonomi, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban dan mereka yang terluka akibat gempa.
Pada Juni 2022, gempa bumi dahsyat menghantam wilayah pegunungan yang terjal di Afghanistan timur, meratakan rumah-rumah yang terbuat dari batu dan batu bata. Gempa tersebut merupakan gempa bumi paling mematikan di Afghanistan dalam dua dekade terakhir, menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan melukai sekitar 1.500 lainnya. (haninmazaya/arrahmah.id)