KABUL (Arrahmah.com) – Afghanistan telah mulai membubarkan perusahaan keamanan swasta yang beroperasi di negara itu, menutup delapan perusahaan dan menyita lebih dari 400 senjata, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengungkapkan pada Minggu (3/10/2010).
Di antara delapan perusahaan itu terdapat salah satu perusahaan kontroversial sebelumnya disebut Blackwater, juru bicara Presiden Hamid Karzai mengatakan.
“Proses penutupan delapan perusahaan keamanan swasta dan mengumpulkan senjata mereka telah dilaksanakan dengan sukses,” kata Waheed Omer.
“Beberapa perusahaan di antaranya NCL, FHI, White Eagle, Xe (sebelumnya Blackwater),” kata Omer.
Langkah ini dinilainya sebagai bagian dari rencana ambisius Hamid Karzai untuk mengambil alih seluruh tanggung jawab keamanan Afghanistan dari pasukan asing pada tahun 2014.
Sejak bulan Agustus lalu, Karzai telah menyusun rencana untuk ‘membersihkan’ Afghanistan dari perusahaan keamanan swasta dengan batas waktu akhir tahun ini, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Zemarai Bashary mengatakan. PBB dan NATO telah memberikan dukungan mereka, ia menambahkan.
“Kementerian dalam negeri sedang merealisasikan rencana ini dengan keseriusan dan ketegasan,” katanya dalam konferensi pers.
Sasaran pertama adalah kelompok bersenjata ilegal yang beroperasi sebagai perusahaan keamanan swasta, perusahaan dengan ijin sementara, dan perusahaan yang mengawal pasukan asing, serta yang telah terlibat dalam tindak pidana dan pelanggaran keamanan.
Pemerintah telah menutup sebuah firma keamanan Afghanistan yang memiliki 75 karyawan, dan beberapa kelompok kecil yang menyediakan keamanan pengawalan untuk konvoi, kata Bashary.
Jenderal David Petraeus, komandan AS dan NATO di Afghanistan, mengatakan bulan lalu bahwa Karzai masih memperbolehkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi dari beberapa situs tertentu, termasuk perusahaan pembangkit listrik, untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Karyawan dari perusahaan bisa bergabung dengan pasukan keamanan Afghanistan jika mereka menginginkan, Bashary menambahkan.
Kabul memperkirakan hampir 40.000 orang Afghanistan dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan keamanan asing yang posisinya mensejajari pasukan keamanan pemerintah.
Banyak warga Afghanistan yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki kekebalan hukum. Tidak jarang perusahaan tersebut melakukan serangkaian pembunuhan, kejahatan, dan skandal, namun jarang ditindak secara hukum.
Departemen Luar Negeri AS tahun lalu mengatakan akan meninjau penggunaan kontraktor di kedutaan luar negeri setelah skandal perpeloncoan seksual oleh penjaga keamanan di Kabul. (althaf/arrahmah.com)