SUMBAR (Arrahmah.com) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung memvonis Alexander Aan, lelaki 30 tahun yang merupakan salah seorang calon pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintahan Daerah Kabupaten Dharmasraya Sumatra Barat, Kamis (14/6) dengan penjara 2,5 tahun kurungan dan denda Rp100 juta rupiah.
Vonis ini lebih ringan satu tahun dari tuntutan yang disampaikan jaksa. Kejaksaan Pengadilan Negeri Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya Sumatra Barat sebelumnya menuntut 3,5 tahun penjara.
Dalam putusannya Ketua Majelis Hakim, Eka Prasetya Budi Dharma, mengatakan Alexander dijerat Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan menyebarkan kebencian rasial dan agama.
Alex telah terbukti bersalah menghina agama Islam dan Nabi Muhammad melalui akun Facebook dan halaman group Ateis Minang.
“Saudara terdakwa juga sebagai admin di grup Ateis Minang tersebut, menyebarkan kebencian dan rasial,” ujarnya.
Pemilik akun Ateis Minang ini mengaku siap menjalani vonis hukuman yang dijatuhkan kepadanya. “Saya siap menjalani hukuman yang akan saya terima. Bukti yang dinyatakan hakim saya akui benar tapi dari motif yang disampaikan hakim saya tidak setuju,” katanya.
Aan sendiri berusaha membantah bahwa dia menyebarkan paham Ateis kepada orang lain melalui dunia maya. Dia hanya mengakui bahwa dirinya hanya ingin mendiskusikan secara ilmiah tentang keberadaan Tuhan kepada teman temannya di facebook, bukan bertujuan untuk menyiarkan.
Melalui kuasa hukumnya, Deddi Alparesi menganggap majelis hakim telah mengabaikan fakta-fakta persidangan. Menurutnya, kliennya tidak melakukan penyebaran paham Ateis dalam akunnya tersebut. Dia meminta agar kliennya tidak dihukum melainkan dibina oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Kita menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Ini sebenarnya saksi yang kami hadirkan telah menyampaikan bahwa terdakwa hanya mengalami kegalauan theologis tidak menistakan agama dan seharusnya terdakwa tidak harus dihukum melainkan dibina oleh Majelis Ulama Indonesia setempat. Klien kami tidak harus dihukum melainkan dibina secara moral dan agama oleh Majelis Ulama Indonesia,” tuturnya.
Menanggapi vonis hakim tersebut, pihaknya menyatakan masih akan pikir-pikir atas hukuman yang diberikan majelis hakim yang dipimpin oleh Eka Prasetya Budi Dharmasraya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahrir menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan hakim karena dinilai putusan terlalu ringan dari tuntutannya sebelumnya yakni menuntut 3,5 tahun penjara.
Kini Aan ditahan di lembaga permasyarakatan Muaro Sijunjung Sumatera Barat guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Usahanya untuk jadi seorang pegawai negeri sipil pun terganjal karena terancam dipecat dari status kepegawaiannya yang hingga saat ini masih sebagai CPNS Pemda Dharmasraya. (bilal/arrahmah.com)