JAKARTA (Arrahmah.com) – Gagasan Pluralisme agama ternyata tidak dikenal dalam teologi resmi Gereja. Namun karena perlunya penyebaran Globalisasi dan sekaligus pembaratan, maka kalangan Kristen merasa berkepentingan untuk menggunakannya demi kepentingan mereka, khususnya dalam pengembangan misinya.
“Begitu juga paham Sekularisme, yang semula tidak dikenal, bahkan dimusuhi oleh kaum Kristen, kemudian diterima dan dicarikan legitimasinya dalam Bibel,” kata Adian Husaini, seperti yang ditulisnya dalam buku terbitan INSISTS berjudul “Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim”.
Menurut Adian, tidak relevan jika mengkaitkan Pluralisme Agama dengan Konsili Vatikan II. Namun demikian, perubahan sikap Gereja dalam Konsili Vatikan II perlu dilihat dalam konteks persoalan teologis dan sejarah Kristen dalam menghadapi dinamika masyarakat Barat. Trauma psikologis masyarakat Barat terhadap perlakuan Gereja saat memegang kekuasaan politik sangat mendalam.
“Sikap Vatikan terhadap Yahudi mengalami perkembangan yang menarik. Selama ratusan tahun, Kristen sangat represif terhadap Yahudi, karena memandang Yahudi sebagai yang bertanggungjawab terhadap terbunuhnya Yesus. Akan tetapi, setelah Israel menang Perang tahun 1967, Vatikan mengubah pendiriannya dengan lebih bersikap pragmatis. Kemudian muncullah “teologi baru” yang bernama Pluralisme Agama.
Paham Pluralisme Agama kemudian dikembangkan secara besar-besaran oleh Barat. Banyak dana dikucurkan kepada LSM-LSM yang mengkampanyekan paham ini. Traumatik historis masyarakat Barat terhadap Gereja di Abad Pertengahan dapat dikatakan memberi pengaruh besar terhadap upaya sebagian pemikir Barat dan teolog Kristen untuk memunculkan Pluralisme Agama.
“Jika gagasan Pluralisme Agama lahir karena trauma masyarakat Barat terhadap doktrin Gereja yang telah terjadi sejak berabad-abad lampau dan dikembangkan dalam wacana keagamaan modern, maka sungguh aneh jika kemudian umat Islam ikut mengusung gagasan ini dan mencari-cari akarnya dari Teologi Islam,” kata Adian prihatin.
Senjata Pemusnah Massal
Banyak yang tidak menyadari, penyebaran paham Pluralisme Agama di engah masyarakat muslim lebih merupakan bagian dari upaya Barat mengglobalkan nilai-nilai serta persoalan internal mereka demi meneguhkan hegemoninya. Pluralisme adalah senjata pemusnah massal terhadap keyakinan dasar agama-agama. Kristen sudah mengalami hal itu.
“Meskipun Gereja menolak Sekularisme, namun anehnya pada dekade berikutnya ada banyak kalangan Kristen yang mempromosikan Sekularisme dalam menjalankan misinya kepada masyarakat Muslim. Disini, Barat dan misionaris Kristen-Yahudi bertemu pada titik kepentingan dan misi yang sama, yaitu mencegah ‘fanatisme’ kaum muslimin dalam memegang keyakinan agamanya,” jelas Adian.
Menurut penganjur paham Pluralisme agama, klaim kebenaran merupakan sumber konflik antar umat beragama. Yang jelas, dasar-dasar akidah Islam sudah dirumuskan dan sudah sangat jelas, sejak awal Islam lahir. “Sejak awal, Islam memang sudah sempurna. Konsep teologi dan ibadah dalam Islam sudah selesai dirumuskan,” ungkap Adian.
(voa-islam.com/arrahmah.com)