KINSHASA (Arrahmah.id) – Sebuah bom menewaskan sedikitnya 10 orang dan melukai 39 lainnya saat meledak di sebuah gereja di bagian timur Republik Demokratik Kongo pada Ahad (15/1/2023), dalam serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok Islamis.
Seorang juru bicara militer Kongo, Antony Mualushayi, mengatakan insiden itu terjadi di sebuah gereja Pantekosta di Kasindi, provinsi Kivu Utara, sebuah kota di perbatasan dengan Uganda.
Ledakan itu menewaskan sedikitnya 10 orang dan melukai 39 lainnya, tambahnya, merevisi jumlah korban tewas awal. Jumlah korban masih bersifat sementara, kata juru bicara itu.
Tetapi juru bicara operasi militer Uganda di DRC, Bilal Katamba, mengatakan pada Ahad malam (15/1) bahwa 16 orang tewas dalam ledakan itu, dan 20 lainnya luka-luka.
“Para penyerang menggunakan IED untuk melakukan serangan dan kami menduga ADF berada di balik serangan itu,” tambahnya.
AFP tidak dapat secara independen mengonfirmasi jumlah korban tewas.
Kementerian komunikasi DRC mengatakan di media sosial bahwa serangan itu tampaknya dilakukan oleh Pasukan Demokratik Sekutu (ADF) – yang diklaim oleh ISIS sebagai afiliasinya di Afrika tengah.
ADF adalah salah satu yang paling mematikan dari lebih dari 120 kelompok bersenjata di DRC timur, banyak di antaranya merupakan warisan perang regional yang berkobar pada pergantian abad.
Mereka dituduh membantai ribuan warga sipil Kongo dan melakukan serangan bom di Uganda. Operasi ADF juga dilakukan dengan menanam bom di kota-kota di Kivu Utara di masa lalu.
Pada Ahad malam (15/1), ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dan mengatakan bahwa “hampir 20” orang tewas, menurut situs kelompok pemantauan khusus intelijen.
Juru bicara militer Mualushayi mengatakan seorang tersangka Kenya ditangkap setelah serangan itu.
Seorang biarawan di gereja evangelis di Kasindi, Esdras Kambale Mupanya, mengatakan bahwa para jemaah telah berkumpul untuk upacara pembaptisan sebelum bom diledakkan.
“Beberapa di antara kami tewas di tempat, yang lain kakinya terpotong menjadi dua,” kata pria berusia 42 tahun itu kepada AFP. “Tuhan menyelamatkan saya dan saya keluar dengan kesehatan yang baik bersama anggota paduan suara saya. Hari ini bukanlah hari dimana saya harus mati”.
Rekan yang selamat, Jean-Paul Syauswa, mengatakan ledakan itu terjadi tepat setelah sekelompok orang dibaptis, sementara seorang pendeta buta sedang mengomentari ayat-ayat Alkitab.
“Bom itu membuat saya terlempar sejauh 100 meter,” katanya.
Kiza Kivua, seorang petani berusia 50 tahun yang kehilangan saudara laki-lakinya dalam serangan itu, mengatakan dia kesulitan menerima kehilangan “orang terkasih yang pergi ke gereja untuk berdoa”.
Dia menambahkan bahwa menurutnya pemerintah mengabaikan warganya.
“Bagaimana situasi seperti itu bisa terjadi ketika Kasindi penuh dengan tentara?” kata Kivua.
Pada 2021, Amerika Serikat menyebut ADF sebagai “organisasi teroris asing” yang terkait dengan ISIS. Milisi aktif terutama di Kivu Utara dan provinsi tetangga Ituri.
Pada tahun yang sama, operasi militer gabungan Kongo-Uganda mulai menargetkan ADF di dalam DRC.
Sebuah laporan oleh para ahli independen untuk Dewan Keamanan PBB, yang dirilis pada Desember, mengatakan ADF telah “melanjutkan ekspansi geografisnya” meskipun ada operasi militer Kongo-Uganda, yang menewaskan sedikitnya 370 warga sipil sejak April 2022. (zarahamala/arrahmah.id)