(Arrahmah.com) – Pertanyaan semacam itu mungkin dianggap seperti mengada-ada. Di samping itu di Indonesia ini apa yang tidak ada ? Sampai yang benar-benar tidak patut terjadi pun bisa dilakukan orang. Dan kadang justru kemudian dipopulerkan oleh orang-orang yang tidak waras tapi menguasai media atau sarana lainnya. Anda masih ingat orang yang memakan mayat ? Bagaimana dia ? Justru dipopulerkan oleh orang-orang tidak waras dan dikenal di seluruh Indonesia bukan ?
Kalau hanya bertanya tentang kyai yang menyebar dosa, ya tidak usah djawab. Mungkin ada, mungkin bahkan banyak.
Persoalannya bukan masalah ada atau tidak, namun jangan-jangan masyarakat tidak menyadarinya, bahkan pelakunya juga tidak merasa. Padahal dampak perusakannya sangat dahsyat. Itu yang jadi masalah.
Suatu gambaran, bisa digambarkan. Seorang kyai, dulu waktu remajanya merupakan anak kyai yang dihormati mayarakat. Anak kyai ini biasa manja dan tidak pernah dimarahi oleh siapapun, bahkan ayahnya juga tidak pernah memarahinya. Tidak seperti kepada anak-anak yang lain.
Perlu diingat, seorang anak kadang jadi manja dan tidak pernah dimarahi, berbeda dengan anak-anak yang lain, karena ada beberapa kemungkinan. Mungkin anak itu punya karakter rawan, misalnya dimarahi langsung sakit, maka orang tuanya tak lagi memarahinya walau bersalah. Mungkin karena anak pertama, atau terakhir, atau pertama laki-laki dari anak-anak perempuan, atau pertama perempuan dari anak-anak laki- laki ; dan berbagai sebab lainnya. Atau yang terburuk adalah karena anak itu pandai pura-pura di depan orang tuanya hingga kelihatannya benar terus atau baik terus. Itu sebanding buruknya dengan yang pintar berdusta dan beralasan logis (walau isinya dusta) di depan orang tuanya.
Nah, gambaran anak kyai yang masih remaja ini adalah anak yang tidak pernah tampak salah di depan orang tuanya. Tampak tunduk, bahkan cium tangan kepada ibu bapaknya. Suaranya lembut dan sebagainya. Tetapi di balik itu dia menyembunyikan kenakalannya bahkan kebangkangannya. Yaitu sering-sering tidak ikut shalat berjamaah ke masjid. Dan itu dilakukan dengan berbagai cara, hingga tidak begitu ketahuan, karena bapaknya yang jadi imam masjid pun tidak mungkin setiap waktu menengok apakah anaknya ada atau tidak. Karena jamaahnya cukup banyak.
Ketika anak kyai ini sudah nikah, kebiasaan tidak shalat berjamaah ke masjid makin menjadi-jadi. Karena rumahnya sudah tidak menyatu lagi dengan rumah orang tuanya walau masih di lingkugan masjid.
Ketika kyai sepuh wafat, sang anak ini pun menggantikan orang tuanya sebagai kyai untuk memimpin masjid. Tetapi tampaknya justru yang lebih sering datang ke masjid dan mengimami shalat berjamaah adalah asistennya.
Pada awal-awalnya jamaah masjid tidak mempersoalkannya, dan kegiataan shalat berjamaah pun berlangsung biasa saja. Tetapi dalam jangka sekian waktu, tahu-tahu jamaah masjid semakin surut, mreteli satu persatu bagai daun berguguran di musim kering.
Lingkungan masjid itu kemudian tampak sulit melangkahkan kaki ke masjid. Imam shalat kadang sudah menunggu-nunggu setelah adzan, tapi jarang orang masuk ke masjid.
Kenapa jadi begini? Apakah mereka tidak giat ke masjid lagi itu gara-gara mengikuti jejak kyai muda yang malas ke masjid? Atau memang hati mereka masing-masing tertutup oleh godaan dunia yang lebih mereka anggap lebih menjanjikan?
Persoalannya bukan hanya sampai di situ. Gambaran kyai muda malas ke masjid itu ternyata dampaknya merambat ke mana-mana. Masjid-masjid kosong. Di mana-mana dikeluhkan seperti itu.
Kenapa?
Karena tipe seperti gambaran kyai muda itu tidak hanya ada di satu tempat, tetapi ada di berbagai tempat. Dan celakanya, ketika kyai-kyai muda itu merupakan pengganti kyai-kyai besar di pusat-pusat pendidikan Islam. Maka akibatnya ditiru oleh orang-orang yang belajar di situ dari berbagai daerah. Sehingga secara serempak terjadilah peristiwa kosongnya masjid-masjid dari jamaah di berbagai tempat akibat pengaruh kyai-kyai muda yang malas ke masjid, yang mereka sudah menggantikan para kyai tua, yakni orang tua mereka yang telah meninggal.
Lebih celaka lagi, sebagian kyai muda itu ada yang malahan menjadi agen-agen aliran sesat syiah dan sebagainya. Jadi berganda-ganda lah keburukan bahkan dosa yang mereka sebarkan. Dan jumlahnya bukan hanya satu dua orang. Ada juga yang jadi politikus namun lebih kental hubungannya dengan orang-orang kafir bahkan dikenal sebagai pengkhianat dan sulit dipercaya. Ada juga yang jadi penggerak untuk menjaga tempat-tempat persembahan orang-orang kafir terutama di hari-hari raya mereka. Bahkan tidak malu-malu mengadakan perayaan agama orang kafir di kantor mereka, hingga orang kafir pemilik hari raya kekafiran itu justru jadi para tamu. Padahal sudah ada ancamannya dalam Hadits :
وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِى بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تُعبَد الأَوْثَان
َ”…Kiamat tidak akan terjadi hingga sekelompok kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sampai-sampai berhala pun disembah…” (Shahih Ibni Hibban Juz XVI hal. 209 no. 7237 dan hal. 220 no. 7238 Juz XXX no. 7361 hal 6, Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanad-sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim”).
Ya Allah, kenapa di bumiMu ini gejala banyaknya pengganti-pengganti para penolong agamaMU justru menjadi penggembos bahkan perusak agamaMU, ya Allah…
Ya Allah, kenapa gejala para pengganti dari para pemakmur masjid-masjidMu kini banyak yang menjadi peroboh masjid-masjid itu dari hidayahMu walau tampaknya bangunan-bangunan masjid justru megah-megah ya Allah…
Apakah ini merupakan salah satu bentuk dari musibah yang telah Engkau kisahkan adanya kejadian zaman dahulu, ya Allah …
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (56) وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا (57) أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا (58) فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا} [مريم: 56 – 60]
56. Wahai Muhammad,ceritakanlah kisah Idris yang ada dalam Al Quran. Sungguh Idris adalah seorang yang senantiasa jujur,lagi seorang Nabi.
57. Kami angkat Idris pada kedudukan yang tinggi.
58. Para Nabi itu adalah para pribadi diantara keturunan Adam yang Allah beri nikmat. Para Nabi itu adalah keturunan mereka yang Kami selamatkan bersama Nuh, juga diantara keturunan Ibrahim dan Israil. Mereka adalah diantara orang-orang yang Kami beri petunjuk kepada Islam dan Kami uji dengan berbagai cobaan. Ketika dibacakan ayat-ayat Al Quran kepada mereka, mereka tersungkur sujud seraya menangis.
59. Sepeninggal para nabi datanglah generasi baru yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsu. Karena itu mereka pasti menemui kebinasaan.
60. kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, mereka akan diberi pahala surge.Mereka tidak sedikitpun diperlakukan zhalim (Tarjamah Tafsiriyah QS Maryam: 56-60).
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan dosa orang tua kami. Sayangilah kami sebagaimana orang tua kami mengelola kami waktu kecil. Ya Allah Yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami atas agamaMU. Ya Allah tunjukkanlah kami kebenaran itu benar dan berilah rizqi kami untuk mampu mengikutinya, dan tunjukkanlah kami kebatilan itu batil, dan beri rizki kami untuk mampu menjauhinya. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
Penulis: Hartono Ahmad Jaiz
(azm/arrahmah.com)