JAKARTA (Arrahmah.com) – Pada jenazah Siyono terdapat keistimewaan, yakni penyimpangan pembusukan. Menurut Ketua Tim Forensik Muhammadiyah dr Gatot Suharto, terjadi saponifikasi sehingga jenazah tidak rusak.
Dengan demikian, tim forensik pun tertolong sehingga dapat melihat bekas-bekas luka yang terjadi di tubuhnya semasa hidup.
Mengutip Republika, saponifikasi merupakan istilah dunia kedokteran untuk menyebut proses mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang biasa karena pembentukan adiposera pada jenazah.
Adiposera merupakan substansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin, dan warnanya bervariasi mulai putih keruh sampai cokelat tua. Adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa. Adanya enzim bakteri dan air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut.
Apa yang dijelaskan tim forensik sesuai dengan pernyataan tim penggali makam yang turut membantu autopsi jenazah Siyono, Ahad (3/4/2016) lalu.
Husni Thamrin, fungsionaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Klaten, yang turut menggali makam Siyono menjelaskan, hanya bau samar-samar kurang sedap dari lumpur makam yang tercium.
Ini karena makam digenangai air, sehingga wajar, kalau makam dibongkar, bau lumpur kurang sedap.
”Kalau kondisi jenazah sendiri masih utuh. Tak mengeluarkan bau kurang sedap sama sekali,” kata dia beberapa waktu lalu.
Tidak adanya bau dari jenazah pun membuat hampir semua penggali makam dan tim autopsi tak menggunakan masker.
Ketua Tim Forensik Muhammadiyah dr Gatot Suharto bersama sembilan dokter dari RS Muhammadiyah dan satu dokter dari Polda Jawa Tengah telah mengungkapkan hasil autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono.
Tim forensik, terang Gatot, secara profesional menyampaikan ada luka-luka yang bersifat intravital.
Tim dokter pun melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan hal tersebut. “Artinya luka tersebut terjadi ketika Siyono masih hidup,” katanya saat konferensi pers, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4).
(azmuttaqin/arrahmah.com)