TEL AVIV (Arrahmah.id) — Israel berencana tetap mengirim pasukan ke Rafah, Gaza, meskipun tanpa dukungan Amerika Serikat (AS). Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan rencana itu kepada diplomat tinggi AS pada hari Jumat (22/3/2024).
Dilansir AFP (23/3), Netanyahu mengaku telah mengatakan kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa tidak ada cara untuk mengalahkan kelompok perlawanan Palestina Hamas tanpa pasukan Israel memasuki Rafah.
Pernyataan itu juga menyusul resolusi gencatan senjata berkelanjutan selama enam pekan guna melindungi warga sipil yang diserukan AS, namun gagal disepakati di Dewan Keamanan PBB.
“Saya mengatakan kepadanya bahwa saya berharap melakukan hal itu dengan dukungan AS. Namun jika perlu, kami akan melakukannya sendiri,” kata Netanyahu.
Di sisi lain, Blinken tengah melakukan tur keliling wilayah tersebut untuk mendukung perundingan gencatan senjata yang dimediasi Qatar, dengan melibatkan negosiasi tidak langsung antara perwakilan Israel dan Hamas.
Kini semakin banyak negara mendukung upaya diplomatik baru untuk menghentikan perang, namun Tiongkok dan Rusia memveto rancangan Undang-undang AS, yang kemudian juga dikeluhkan oleh pemerintah Arab karena terlalu lemah dan tidak memberi tekanan pada Israel.
Sementara itu, pembunuhan massal yang dilakukan Israel di Palestina terus berlanjut. Pasukan Israel menyerbu kompleks rumah sakit terbesar di Gaza selama lima hari. Mereka mengklaim telah membunuh lebih dari 150 orang.
Israel juga terus menggempur kota Rafah di bagian selatan dan sekitarnya, yang merupakan tempat sebagian besar penduduk Gaza berlindung.
Dalam serangan di Rafah, seorang warga Palestina bernama Nabil Abu Thabet menyebut warga sipil yang tidak bersalah ditarik keluar dan ‘dihancurkan’,
“Orang-orang menjadi sasaran pada pukul 01.00 dini hari, ketika mereka sedang tidur,” kata Nabil kepada AFP.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB, Rusia dan Tiongkok memveto rancangan usulan AS tersebut. Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia sebelumnya meminta para anggota untuk tidak memberikan suara yang mendukung resolusi tersebut.
Ia mengatakan resolusi usulan AS itu ‘sangat dipolitisasi’ dan hanya akan memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melancarkan operasi di Rafah, selatan Gaza.
Selain itu, rancangan Undang-undang AS akan menjamin impunitas Israel, yang kejahatannya bahkan tidak dinilai dalam rancangan beleid tersebut.
Selama agresi Israel ke Palestina, AS telah menggunakan hak vetonya terhadap tiga draf resolusi, dua di antaranya menuntut gencatan senjata segera.
Hampir enam bulan agresi Israel berlangsung sejak serangan Hamas pada 7 Oktober. Tercatat 32 ribu lebih warga Palestina tewas akibat serangan Israel. Lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Selain itu, infrastruktur hancur dan 2,4 juta penduduk Gaza berada di ambang kelaparan. (hanoum/arrahmah.id)