IDLIB (Arrahmah.id) — Sejak 18 Juni, wilayah-wilayah di bawah kendali kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy Syam (HTS) di Idlib menyaksikan operasi keamanan terbesar sejak Juli 2017 saat HTS merebut wilayah tersebut. Diduga intelijen Turki memiliki peran utama dalam operasi ini yang mencakup institusi keamanan, administrasi, militer, dan media.
Banyak spekulasi terkait motif dibalik operasi keamanan tersebut. Sebagain berspekulasi bahwa operasi dilakukan untuk menekan kelompok laan, sementara yang lain meyakini bahwa itu adalah tanggapan terhadap pelanggaran keamanan yang memang perlu segera dilakukan.
Menurut sumber-sumber militer, operasi tersebut akan berakhir setelah menahan 390 militan dan seorang pemimpin dalam Aparat Keamanan Umum HTS, selain pejabat Pemerintah Keselamatan, sayap politik, dan sipil HTS.
Pejabat yang bekerja di Kementerian Dalam Negeri HTS, Abdulrazzaq al Asfari, mengatakan kepada North Press Agency (8/8/2023), bahwa kampanye tersebut dimulai berdasarkan file intelijen yang telah diserahkan oleh intelijen Turki pada awal Juni kepada Abu Maria al Qahtani, kepala Aparat Keamanan Umum HTS.
Berdasarkan informasi, katanya, telah dilaporkan bahwa para pemimpin, anggota, karyawan, dan personel militer HTS telah bekerja sebagai agen untuk berbagai entitas termasuk Koalisi Global pimpinan Amerika Serikat (AS), pasukan Rusia, dan pasukan pemerintah Suriah.
Menyusul diskusi bilateral dengan Abu Mohammad al Jaulani, pemimpin HTS, intelijen Turki memutuskan untuk mendirikan ruang operasi kecil. Ruang operasi ini terdiri dari al Jaulani, al Qahtani, Abd al-Raheem Atwan, ulama HTS, serta tokoh HTS lainnya seperti Abu Ahmad Hadood, ketua penyebrangan, dan Abu Ahmad Zakoor, ketua urusan keuangan HTS.
“Setelah pembentukan ruang operasi pada 10 Juni, rencana aksi khusus dibuat. Penangkapan segera dimulai, menargetkan orang-orang di dalam Aparat Keamanan Umum dan formasi militer yang berafiliasi dengan HTS, tanpa pemanggilan sebelumnya. Penangkapan juga menargetkan pejabat yang bertanggung jawab atas studi keamanan dan koordinasi keamanan di berbagai bidang seperti Atmah, Sarmada, Idlib, dan Jisr al Shughur. Selain itu, para pemimpin militer dalam Brigade Perlawanan, Brigade Ali bin Abi Thalib, dan Ansar al Tawhid, semuanya berafiliasi dengan HTS, juga ditangkap,” tambah Al Asfari.
Selain itu, penangkapan tersebut termasuk ketua saluran TV Idlib Post, yang berafiliasi dengan Pusat Media HTS, selain empat karyawan lainnya. Pekerja di Direktorat Perdata, Kementerian Kehakiman, Keamanan Kriminal, dan Komite Zakat pun tak luput dari penangkapan tersebut.
Penangkapan ini berdampak negatif terhadap HTS, karena mereka akhirnya harus membekukan Dewan Syura HTS dan menggantinya dengan ruang operasi. Ini karena al Jaulani dan al Qahtani tidak mempercayai pemimpin dan ketua yang bekerja di institusi militer dan sipil HTS.
Sementara itu, mantan pemimpin Brigade Perlawanan HTS, Abu Qasem Tel Hadya, mengatakan bahwa “tidak ada seorang pun di Suriah utara yang mempercayai klaim operasi keamanan ini. Jelas ada penghapusan perbedaan pendapat secara sistematis di jajaran HTS dan hal ini dilakukan agar dapat melayani semua agenda al Jaulani dan al Qahtani. Patut dicatat bahwa mayoritas dari mereka yang ditahan adalah pendukung Hizbut Tahrir.”
Menurut mantan pemimpin itu, kampanye al Jaulani terjadi setelah sebulan kampanyenya melawan para pemimpin dan anggota Hizbut Tahrir di Idlib dan pedesaannya.
Abu Qasem menambahkan bahwa operasi keamanan di bawah slogan ‘Kontra Intelijen’ hanya berfungsi sebagai dalih untuk membenarkan penangkapan. Sebab dengan menuduh individu sebagai agen Koalisi dan pasukan Rusia maka setiap penyelidikan atau investigasi terhadap individu akan lebih mudah karena dianggap sebagai masalah keamanan yang serius.
“Eksekusi yang menargetkan beberapa tahanan di dalam penjara HTS mengkonfirmasi bahwa ini adalah kampanye balas dendam dan tanggapan terhadap kritik oposisi terhadap kepemimpinan al Jaulani di wilayah tersebut,” ungkapnya.
Menurut sumber di Aparat Keamanan Umum HTS, operasi keamanan akan berlanjut hingga 20 Agustus, mengingat penyelidikan terhadap tahanan masih aktif dilakukan.
Sumber itu menegaskan, ada perubahan signifikan yang terjadi dalam struktur keamanan HTS di bawah arahan Abu Maria al Qahtani. Perubahan ini telah diterapkan di berbagai bidang seperti Atmah, al Dana, Sarmada, Harem, dan Selqin.
Dalam beberapa hari mendatang, penyesuaian keamanan lebih lanjut diperkirakan akan dilakukan di kota Idlib dan sekitarnya, Jisr al Shughur, serta wilayah Gunung Zawiya (Jabal al-Zawiya) di selatan Idlib. Perubahan ini mencerminkan reorganisasi strategis pengamanan HTS. (hanoum/arrahmah.id)