Oleh: Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Pembentukan badan ini dikatakan sebagai langkah penting dalam upaya meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan aset negara. Tujuan utama pembentukan Danantara ini adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui konsolidasi ke dalam satu dana investasi nasional. Hal ini agar memberi manfaat secara maksimal bagi perekonomian.
Di antara manfaat Danantara yang akan dirasakan oleh Indonesia, pertama, menciptakan lapangan kerja. Kehadiran Danantara diperkirakan dapat menciptakan hingga 3 juta lapangan kerja bagi masyarakat. Kedua, investasi besar-besaran. Kebijakan ini berpotensi menarik investasi hingga 618 miliar USD. Dengan jumlah yang besar ini akan memperkuat sektor strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, peluang ekspor yang besar. Dengan adanya badan pengelola investasi strategis, peluang ekspor Indonesia akan mengalami peningkatan 857,9 miliar USD. Hal ini memperluas akses produk-produk lokal ke pasar internasional dan meningkatkan devisa negara. (antaranews.com, 26 Februari 2025)
Keberadaan Danantara sebagai SWF (Sovereign Wealth Funds) Indonesia menimbulkan pro-kontra sejak maupun sebelum diluncurkan. Beberapa kalangan pengamat menilai kehadiran Danantara bisa jadi celah baru untuk korupsi. Pengamat hukum dan pembangunan,Hardjuno Wiwoho mewanti-wanti agar berhati-hati dalam mengelola investasi. Karena modal awal Danantara berasal dari APBN, di mana 70 persen APBN berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat. (tirto.id, 24 Februari 2025)
Rezim kapitalisme Akan Terus Berupaya Merampas Hak Rakyat
Danantara yang digadang-gadang akan mampu membawa angin segar bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pada awal peresmiannya saja sudah menunjukkan realitasnya tak sesuai harapan. Dapat kita bayangkan, pemerintah ingin memisahkan pengelolaan aset negara yang seharusnya diatur dan diselenggarakan secara mandiri, justru diserahkan pada pihak lain, yakni para oligarki yang ditunjuk langsung oleh negara. Bagaimana mungkin Danantara ini akan tercapai dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, sedangkan pengelolanya saja bukan dilakukan oleh negara.
Hal ini sangat memungkinkan terjadi dalam sistem kapitalisme, di mana individu masyarakat akan menghalalkan segala cara agar memperoleh keuntungan. Begitu pun dengan para pemangku kekuasaan, mereka bukan hanya memanfaatkan jabatan tapi bekerjasama dengan pihak tertentu yang sebetulnya tak ada kaitannya dengan pemerintah saat ini. Sebut saja misalnya mantan Presiden Jokowi dan eks koruptor yang diberi otoritas mengelola Danantara, padahal tingkat kepercayaan masyarakat kepada rezim sebelumnya sudah luntur karena banyak kebijakan yang menyakiti dan menzalimi rakyat, seperti dana haji dan PIK 2 dengan pagar lautnya.
Padahal yang dipertaruhkan adalah uang rakyat dalam persaingan bebas global mulai dari penarik investasi asing maupun sebagai modal ivestasi Indonesia di luar negeri. Atau investasi di program prioritas pemerintah seperti hilirisasi minerba dan sawit. Berdasarkan rencana induk yang telah disusun, investasi hilirisasi hingga 2040 membutuhkan US$618 miliar di 28 komoditas, antara lain di sektor kehutanan, pertanian, perikanan, perkebunan, serta tambang dan gas. Pada saat yang sama, BUMN-BUMN yang dikelola Danantara mencakup berbagai industri mulai dari energi, infrastruktur, hingga sektor finansial. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar sebagian dana dari Danantara diinvestasikan untuk sektor hilirisasi.
Hilirisasi yang dimaksud adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas tertentu yang bertujuan agar manfaatnya lebih merata bagi masyarakat dan negara. Namun realitasnya, pelaksanaannya tidak seperti yang diharapkan. Pada kasus hilirisasi barang tambang dan nikel, kompromi lahannya bukan diberikan kepada BUMN melainkan kepada perusahaan Cina yang mendapatkan keuntungan luar biasa dari penetapan harga yang dipatok pemerintah, jauh di bawah harga pasar. Walhasil, jika dana yang dikelola Danantara diperuntukkan demi menyukseskan program hilirisasi 28 komoditas unggulan yang diformulasikan pemerintah, dapat ditebak perusahaan mana saja yang memperoleh kucuran dana. Dengan begitu para oligarki kian mencengkeram negeri ini. Jika investasi mengalami kegagalan, maka bukan tak mungkin uang rakyat akan lenyap dan tidak akan kembali. Inilah konsep ekonomi ala kapitalisme yang merusak rantai perekonomian rakyat. Di mana rakyat hanya dijadikan tumbal demi memuaskan tujuan busuk para pemilik modal. Inilah kerusakan yang diciptakan sistem kapitalisme yang telah gagal mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap sosok pemimpin yang adil dan amanah.
Islam Solusi Fundamental
Islam dengan seperangkat aturan kehidupannya yang sempurna, memberi tuntunan pada manusia terkait konsep kepemilikan dan tata cara mengelolanya. Ekonomi Islam mengelola harta rakyat bukan dikembangkan untuk investasi. Negara Daulah Islam mempunyai satu departemen kemaslahatan rakyat yang bertugas memastikan seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi tanpa terkecuali. Pendanaan atas pelayanan tersebut sepenuhnya dibiayai negara melalaui baitumal. Tidak ada satu pun departemen di dalam Daulah Islam yang diberi tugas untuk melakukan investasi dan mengembangkan harta rakyat. Hal tersebut bukan berarti di dalam pemerintahan Islam tidak ada mekanisme investasi untuk megembangkan dana. Hanya saja tata caranya tentu saja berasaskan syarak, pasar syariah dibuka lebar yang mana masyarakat dapat melakukan transaksi dalam berbagai bidang ekonomi, seperti perdagangan, ketenagakerjaan, pertahanan, industri, pertanian dan jasa-jasa. Masyarakat dapat menjadi investor dalam bidang sumber daya ekonomi (SDE), tetapi tidak boleh masuk dalam SDE umum (milik publik). Sebab SDE umum adalah milik rakyat yang diselenggarakan negara untuk mendapatkan keuntungan yang diperuntukkan bagi rakyat.
Dengan demikian, swasta tidak dapat mengakses migas, logam dan batu bara, laut, huta, dan lainnya, yang tabiatnya memang SDE milik bersama yang mempunyai simpanan besar dan tidak boleh dikuasai individu. Rasulullah telah mengatur urusan kemaslahatan bagi kaum muslimin. Beliau menugasi para sahabat untuk menjalankan peran pengelolaan keuangan negara dalam memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Sebagaimana Rasulullah pernah menetapkan lebar jalan tujuh hasta ketika terjadi perselisihan. Imam Bukhari telah menuturkan riwayat dari Abu Hurairah, “Rasulullah saw. telah memutuskan bahwa jika mereka berselisih mengenai jalan, maka lebarnya tujuh hasta.” Juga mengatur mengenai pengairan, “Wahai Zubair, air tanahmu, lalu alirkan kepada tetanggamu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Karakter dari sistem ekonomi Islam adalah keberlangsungan yang bersandar pada syariat Allah yang penerapannya dilandasi oleh ketakwaan dan dilaksanakan oleh negara. Negara sebagai pelaksana memilah kepemilikan umum, kepemilikan pribadi, dan kepemilikan negara sesuai Islam. Di mana kepemilikan umum hanya boleh dikelola negara secara langsung dan mandiri tanpa campur tangan pihak manapun. Hasil pengelolaan yang telah dilaksanakan negara digunakan seluruhnya untuk menyejahterakan dan memenuhi semua kebutuhan yang menjadi hak masyarakat.
Selain menerapkan sistem ekonomi, Islam pun menentukan sistem politik yang tujuan utamanya yakni mengayomi masyarakat. Paradigma kepemimpinan Islam ini dilakukan atas dorongan keimanan untuk menegakkan Islam secara kaffah. Sehingga tidak akan ada pandangan politik yang ditunjukan untuk sekadar meraih keuntungan ekonomi demi mempertahankan kekuasaan segelintir pihak. Dengan penerapan syariat Islam, pemimpin yang berada di tampuk kekuasaan akan melaksanakan aturan Islam secara menyeluruh di semua aspek kehidupan. Dengan itu, maka keadilan akan dirasakan seluruh warga dan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam akan terwujud.
Wallahua’lam bish shawab