Oleh : Taufik Setia Permana – (Analis di Geopolitical Institute)
(Arrahmah.com) – Serangan Joint Task Force yang melibatkan AS dan sekutunya telah menewaskan ribuan warga sipil di perbatan Suriah maupun Irak. Data dirilis oleh militer AS mengungkapkan bahwa serangan gabungan yang digencarkan oleh AS telah menewaskan kurang lebih 352 warga sipil. Sedangkan menurut pengamat Airwars mencatat kurang lebih 3000 warga sipil menjadi korban serangan gabungan tersebut.
Data diatas ditambahkan oleh media Reuters yang mengungkapkan bahwa 45 warga sipil terbunuh antara November 2016 dan Maret 2017. Laporan tersebut melaporkan 80 kematian warga sipil dari Agustus 2014 sampai sekarang yang sebelumnya tidak diumumkan. Laporan tersebut mencakup 26 kematian dari tiga pemogokan terpisah di bulan Maret seperti dikutip dari Reuters, Senin (1/5/2017)
Selama ini AS berujar dalam serangan-serangannya hanya ditujukan kepada miltansi ISIS. Serupa apa yang dikatakan oleh para petinggi-petinggi AS, media masa sekuler selalu menjadi terdepan pemberitaan serangan AS terhadap ISIS. Namun apa yang dikatakan selama ini tidak sesuai dengan fakta dilapangan bahwa serangan yang mereka buat justru membombardir lokasi-lokasi yang berdekatan dengan para mujahidin yang tidak lain adalah warga Suriah.
Pada 20 Februari 2017, media lokal di Mosul melaporkan koalisi internasional telah melancarkan serangan pada kompleks pemukiman warga sipil di wilayah pantai kanan Mosul di pusat Nineveh, di Irak utara yang mengakibatkan lebih dari 70 warga sipil tewas dan terluka, dan mayoritas korban adalah anak-anak dan wanita.
Menjadi pertanyaan besar, jika ternyata AS selama ini berbohong terhadap dunia Internasional. Apa yang menyebabkan AS menggunakan alibi kelompok militansi ISIS untuk menyerang rakyat sipil di negara-negara Islam?
Menurut data yang diungkap oleh Global Research menerangkan bahwa AS dan sekutunya adalah dibalik terbentuknya ISIS. Milisi Negara Islam (IS), yang saat ini menjadi sasaran serangan sebuah bom AS-NATO di bawah mandat “kontra-terorisme”, terus didukung secara diam-diam oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Dengan kata lain, Negara Islam (IS) adalah ciptaan intelijen AS dengan dukungan MI6 Inggris, Mossad Israel, Intelijen Inter-Services Pakistan (ISI) dan Presidensi Intelijen Umum Arab Saudi (GIP), Ri’āat Al-Istikhbārāt Al-‘Āmah (رئاسة الاستخبارات العامة). Selain itu, menurut sumber intelijen Israel (Debka) NATO dalam hubungan dengan Komando Tinggi Turki telah terlibat dalam perekrutan tentara bayaran jihad sejak permulaan krisis Suriah pada bulan Maret 2011.
Lebih lanjutnya dalam data tersebut menerangkan bahwa pembunuhan warga sipil tak berdosa oleh teroris Negara Islam di Irak digunakan untuk menciptakan dalih dan pembenaran untuk intervensi militer AS atas dasar kemanusiaan. Penggerebekan yang diperintahkan oleh Obama, bagaimanapun, tidak dimaksudkan untuk menghapuskan Negara Islam, yang merupakan “aset intelijen” AS. Justru sebaliknya, AS menargetkan penduduk sipil serta gerakan perlawanan Irak.
Keberadaan ISIS hanyalah sebagai miniatur boneka yang didesain sebagai pengkerdilan terhadap Islam. Para mujahidin adalah rakyat Suriah, mereka digempur oleh negara-negara oportunis dan rezim diktaktor. Peran Inggris, Arab Saudi, Afganistan, Turki, negara-negara NATO, dan Rusia tidak lain hanyalah negara yang memanfaatkan kepentingan-kepentingan demi memperolah keuntungan pada krisis di Suriah.
AS mampu menggunakan senjata perang proxy war dalam menyokong pembiayaan terhadap ISIS. Peran jasa seperti Arab Saudi, Qatar dan NATO sangat menguntungkan AS. Menurut Media Daily Express London Mereka (teroris Negara Islam) memiliki uang dan senjata yang dipasok oleh Qatar dan Arab Saudi. Melalui tangan-tangan negara teluk AS mampu menyalurkan pendanaan dan penyaluran senjata secara ilegal.
Maka sungguh keberadaan mereka hanyalah menjadi penjagal revolusi Islam yang disurakan oleh rakyat Suriah (mujahidin). Musuh-musuh Islam mengetahui bahwa Khilafah merupakan ujung dari keinginan umat Islam, maka dibuatlah miniatur Khilafah yang tunduk terhadap AS dan agen-agennya. Keberadaan ISIS merupakan kelompok baru pada permasalahan Suriah. Didirikan ISIS sebagai agenda untuk memonsterisasi Islam, stigma negative Khilafah sebagai ide radikal dan ekstrimis menjadi citra yang diblow-up melalui media-media sekuler.
(*/arrahmah.com)