JAKARTA (Arrahmah.com) – ACT memberangkatkan Tim Kemanusiaan SOS Syiria IV Selasa (3/9/2013), simultan dengan keberadaan Tim SOS Egypt I di Kairo. Atas nama kemanusiaan, ACT hadir di tengah pengungsi Suriah. ACT risau karena wacana insan sedunia dihadapkan kemungkinan perang besar antara pihak “penghukum dan terhukum”.
ACT sebut krisis Suriah sejatinya adalah penghancuran civil society. Dunia tanpa civil society, tak lagi beradab. Tertib sipil di bawah ancaman kekuatan bersenjata, abaikan nurani, sejatinya kedamaian semu.
President ACT Ahyudin, mengungkapkan di tengah krisis Suriah ini masyarakat sipil di belahan dunia manapun, jangan bungkam. Selamatkan peradaban kemanusiaan
“Ini juga yang mengemuka di banyak Negara. Di balik kekerasan senjata, ada penghancuran civil society. Ini harus menjadi kepedulian masyarakat sipil di mana saja. Boleh jadi sikap pemerintah berbagai negara bungkam, atau malah berada di polar-polar perbedaan ekstrim atas nama kepentingan ‘tertib dunia’ dengan kekuatan bersenjata. Tapi masyarakat sipil di belahan dunia manapun, jangan sampai ikut bungkam. Selamatkan peradaban kemanusiaan,” ungkap Ahyudin.
Sementara itu Direktur Global Humanity Response Doddy CHP mengungkapkan Tim SOS Syiria-ACT IV kali ini, mengutamakan bantuan pangan. Bantuan pangan sangat mendesak. Terutama untuk anak-anak.
“Mengekspos aksi ini, tentu menjadi ‘peluru’ diplomasi kemanusiaan. Semua mata hati akan bicara, rakyat Syiria tidak hanya memerlukan makanan. Jauh lebih mendasar, semua mengharapkan kedamaian. Perdebatan para pemimpin negara yang berseberangan dalam menyikapi krisis Suriah, alih-alih membangun ketenteraman justru kepanikan massif. Semua ketakutan perang dunia akan pecah di antara lawan dan kawan Suriah. Situasi belum kunjung membaik di Suriah dan perbatasannya,” papar Doddy.
Pengiriman tim kemanusiaan SOS Syiria-ACT ini untuk yang ke-empat kalinya. “Tim pertama dan kedua menyampaikan bantuan logistik non-medis ke perbatasan Syiria, khususnya di Jordania dan Turki. Di Jordania, ACT masuk kamp terbesar di Zaatari. Di Turki, ACT menjalin sinergi dengan sejumlah lembaga kemanusiaan yang berpusat di Istanbul. Baru pada Tim Ketiga, kami mengirim tiga tenaga medis yaitu dua dokter satu perawat. Saat itu kami melayani sehari sampai 200 pasien. Kami juga memberi pelatihan singkat untuk tenaga medis di Jordania,” jelas Doddy
(azmuttaqin/arrahmah.com)