BANJARMASIN (Arrahmah.com) – Konferensi Internasional Kajian Islam atau Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10 yang berlangsung di Banjarmasin, 1-4 November 2010 akan mencatatkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai suatu acara yang dihadiri profesor terbanyak.
“Konferensi ini dihadiri sedikitnya 102 profesor atau guru besar dari seluruh Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia,” kata Kepala Subdit Akademik dan Kemahasiswaan Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama, Mastuki di Banjarmasin, Selasa malam (2/11/2010).
Selain itu ACIS ke-10 juga mencatatkan rekor MURI untuk kategori pemakalah dalam bidang kajian Islam terbanyak dalam satu acara, yakni 100 pemakalah.
Pada acara tersebut, ujar dia, selain dipresentasikan makalah dari para pakar dalam negeri dan luar negeri juga dipresentasikan 50 makalah terbaik plus 30 makalah terbaik kajian Islam Nusantara yang diedarkan dan merupakan hasil seleksi dari 357 makalah yang diajukan para akademisi kajian Islam.
Ia juga mengatakan, ACIS ke-10 ini merupakan ACIS terakhir karena ke depan ACIS akan diganti menjadi Asosiasi Pengkaji Ilmu-ilmu Keislaman yang bukan saja merupakan pertemuan pengkaji islam di Indonesia tapi juga dari negara-negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei dan Singapura).
“Bentuknya seperti konsorsium, misalnya kajian ilmu bahasa Arab Melayu, kajian sejarah, ilmu tafsir atau ilmu hadist yang bernuansa mempererat antarbangsa di kawasan nusantara seperti persemakmuran,” kata Mastuki.
ACIS juga akan merekomendasikan penataan kajian Islam nusantara yang ternyata sangat kaya dan berwarna-warni menjadi suatu program studi yang diajarkan di perguruan tinggi agama islam.
“Selama ini kajian Islam nusantara terpinggirkan, hanya bagian dari mata kuliah sejarah Islam, tak sampai 2 SKS, padahal kalau dilihat dari 80 makalah yang kita tampilkan di ACIS ke-10 ini ternyata unik dan kaya sekali budaya Islam kita,” katanya.
Ia mencontohkan, Islam Banjar berbeda dengan Islam Betawi, beda dengan Islam Aceh, Padang, Yogya dan lainnya, sayangnya belum ada pakar-pakar yang khusus mengkaji mengenai Islam nusantara ini.
“Jangan kita hanya tahu kajian Islam timur tengah, tapi tak tahu-menahu kajian Islam di bangsa kita sendiri, di kawasan Melayu sendiri dan jangan sampai orang barat lagi yang menelitinya, lalu kita malah belajar dari mereka,” katanya. (ant/arrahmah.com)