BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA, menegaskan Aceh termasuk provinsi yang paling toleran di Indonesia, bahkan dunia.
Hal ini juga seperti yang disampaikan oleh walikota Banda Aceh Aminullah ketika mendapat kunjungan dari forkompinda dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Blitar (15/11/2018).
Yusran menyampaikan hal tersebut menanggapi rilis indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019 yang disampaikan oleh Menteri Agama (menag) RI di kantor Kementerian Agama RI Jakarta Pusat (Rabu, 11/12/2019) yang menempatkan Aceh sebagai provinsi urutan terakhir dari 34 provinsi di Indonesia.
“Tahun 2018 Kementrian Agama kota Banda Aceh bersama FKUB Banda Aceh mendeklarasikan Banda Aceh sebagai Kota ramah dan sangat kondusif kehidupan antar umat beragama,” kata Yusran dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/12/2019).
Yusran menambahkan, ini juga diakui oleh umat kristen, Hindu dan Budha yang berdomisili di Banda Aceh.
Sebelumnya pada tahun 2017, lanjut Yusran, Pemko Banda Aceh menobatkan sebuah desa di kota Banda Aceh yang bernama Gampong Mulia sebagai Gampong Sadar Kerukunan setelah melalui penilaian tim Kanwil Kemenag Aceh dan FKUB.
Desa ini dihuni oleh berbagai etnit dan agama (Islam, Budha, Kristen Katolik dan Protestan). Meskipun demikian, tidak ada kasus konflik bermotif agama di desa ini sejak dulu sampai hari ini.
“Meskipun penduduk Aceh hampir seratus persen muslim, namun kebebasan beragama dan beribadah sesuai agamanya masing-masing tetap diakui dan dihormati,” jelasnya.
Tempat-tempat ibadah bagi non muslim diizinkan sesuai aturan izin mendirikannya. Tidak ada larangan mendirikan rumah ibadah bagi agama selain Islam kecuali bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Begitu pula tidak ada larangan mereka beribadah di tempat ibadahnya masing-masing. Bahkan warga non muslim bisa tinggal berdampingan dengan umat Islam.
Di Banda Aceh, ujar Yusran, ada masjid, gereja, vihara, dan Kelenteng. Juga ada sekolah kristen yang bernama Metodis. Bahkan beberapa forum FKUB dari berbagai daerah di Indonesia datang khusus ke Banda Aceh untuk meniru toleransi kehidupan beragama.
“Ini menunjukkan toleransi kehidupan beragama di Aceh berjalan dengan baik dan harmonis,” tegasnya.
Menurut Yusran, ini semua fakta yang menunjukkan kehidupan beragama di Aceh sangat toleran dan baik.
Maka, lanjutnya, pernyataan rilis Kemenag RI yang menempatkan Aceh sebagai provinsi terburuk dalam masalah kerukunan beragama itu tidak benar, karena bertentangan fakta yang ada.
Yusran juga menyebut kebenaran hasil survei Kemenag ini masih diragukan dan dipertanyakan.
“Atas dasar apa Kemenag menetapkan Aceh sebagai daerah paling buruk dalam Kerukunan Umat Beragama? Metodelogi apa yang digunakan dalam survei? Sampelnya siapa? Berapa orang? Agamanya apa?” tanyanya.
Pernyataan ini, menurut Yusran, telah menjelekkan Aceh dan syariat Islam di Aceh, merugikan pemerintah Aceh dan rakyat.
Selama ini, kata Yusran, syariat Islam diberlakukan di Aceh. Pernyataan ini telah memberikan stigma buruk terhadap syariat Islam di Aceh.
Yusran juga menyebut rilis tersebut juga melukai perasaan dan hati umat Islam Indonesia.
Provinsi yang mayoritas umat Islam seperti Aceh, Sumbar, Jawa Barat, Banten, Riau, NTB dan lainnya mendapat rangking paling buruk di bawah rata-rata nasional.
Ini bermakna tidak toleran dan mendapat stigma buruk. Sebaliknya, provinsi yang mayoritas non muslim seperti papua, maluku, Bali, Sulawesi Utara, NTT dan yang sering terjadi konflik beragama justru dikatakan toleran dan mendapat prestasi rangking paling tinggi dalam indeks Kerukunan Umat Beragama.
“Ini aneh. Ada apa sebenarnya?” tanyanya.
Yusran menilai, nampaknya survei ini dibuat sesuai dengan pesan sponsor dari pihak tertentu yang bertujuan untuk mendiskreditkan Islam dan umat Islam di Indonesia, khususnya umat Islam dan syariat Islam di Aceh.
Menurut Yusran, survei seperti itu tidak ada manfaatnya, hanya membuat keributan dan memecah belah bangsa.
“Sebenarnya, untuk apa survei seperti ini? Tidak ada manfaat sedikitpun. Yang ada justru buat masalah dan keributan serta memecah belah umat dan bangsa. Ini namanya radikalisme,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)