BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh meluncurkan buku muzakarah ulama berkenaan dengan pelaksanaan hukum syariat Islam untuk membuka wawasan ummat Muslim dalam menyikapi perbedaan (khilafiah) dalam beribadah.
Acara peluncuran buku muzakarah ulama Aceh ini berlangsung Sabtu (16/4/2016) di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tengku Dirundeng Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
Acara tersebut dihadiri sejumlah unsur SKPA, unsur muspida, Forkopimda akademisi, Ormas, LSM, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
“Kita berharap dengan adanya buku ini bisa membuka wawasan semua orang menggali dalil dan argumentasi ulama berkenaan dengan Furuiah Ijtihadiah, sehingga dengan adanya penjelasan kongkrit ini muncul sikap mau menerima perbedaan,”jelas Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Prof Dr H Syahrizal Abbas, sebagaimana dilansir Antara News.
Didampingi Ketua STAIN Dr Syamsuar Basyariah, M.Ag, dia juga menjelaskan bahwa buku tersebut bukanlah karangan Pemerintah Aceh, namun semua itu hasil muzakarah ulama secara intelektual yang diterbitkan oleh Pemerintah Aceh.
Beberapa masalah krusial dibahas tentang ibadah syariat yang dipersoalkan masyarakat saat ini tentang pengunaan tongkat saat khutbah Jumat, adzan dua kali sebelum sholat Jumat, serta sejumlah persoalan perbedaan paham pemikiran ulama (Furuiah Ijtihadiah) lainnya.
“Kita ingin semua orang nyaman beribadah, tidak ada klaim mengklaim, tidak perlu juga perbedaan disatukan, yang penting hormati dan hargai karena itu (Furuiah Ijtihadiah) adalah masalah kecil, jadi yang diikuti masyarakat apa yang sudah berlaku selama ini,” tegasnya.
Selain itu pada kunjungan rombongan SKPA dari Provinsi Aceh ini juga meresmikan pencanangan desa Syariat, dengan menobatkan Desa Ujong Drien Kecamatan Meureubo, Aceh Barat sebagai desa teladan/ percontohan pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
“Mudah-mudahan ini menjadi contoh. Bila ini berhasil, akses kepada desa lain akan mengikuti, sehingga apa yang kita harapkan setelah magrib itu ada pengajian, tidak buka TV, ini akan terlaksana di Aceh,” Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh Dr Bustami Usman menambahkan.
Dia juga menjelaskan kriteria desa yang dikategorikan desa syariat, yaitu desa yang betul-betul melaksanakan aktivitas sesuai peraturan syariat yang dicanangkan pemerintah Aceh, seperti Mengaji Bada Magrib (mengaji sesudah magrib), semua toko dan rumah tutup saat magrib, masyarakat sholat berjamaah, tidak boleh menonton TV sampai selesai waktu sholat Isya dan membiasakan sholat lima waktu berjamaah.
(ameera/arrahmah.com)