GAZA (Arrahmah.id) – Separuh dari tawanan “Israel” yang masih hidup saat ini berada di kawasan Gaza yang diminta oleh militer penjajah untuk dievakuasi. Hal itu disampaikan oleh Abu Ubaida, juru bicara militer Brigade Izzuddin al-Qassam—sayap bersenjata Gerakan Perlawanan Islam Hamas—dalam pernyataan resminya, Jumat (4/4).
Menurutnya, para tawanan tersebut tetap ditempatkan di wilayah tersebut di bawah pengamanan yang sangat ketat, meskipun situasinya mengancam keselamatan mereka.
“Kami memutuskan untuk tidak memindahkan para tawanan dari wilayah evakuasi dan membiarkan mereka tetap di sana, dalam kondisi pengamanan tinggi namun berisiko terhadap nyawa mereka,” ujarnya. “Jika ‘Israel’ benar-benar peduli pada keselamatan mereka, maka solusinya adalah segera bernegosiasi untuk mengevakuasi atau membebaskan mereka. Kami sudah memperingatkan.”
Abu Ubaida menegaskan bahwa pemerintah “Israel”, di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu, harus bertanggung jawab atas nasib para tawanan. Ia menyatakan, seandainya pemerintah benar-benar serius menjaga keselamatan warganya yang ditahan, maka mereka seharusnya mematuhi perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
“Sebagian besar dari mereka sudah akan kembali ke rumah jika ‘Israel’ berkomitmen pada kesepakatan yang telah ditandatangani,” tambahnya.
Pernyataan ini muncul di tengah pertemuan antara Kepala Staf Militer “Israel”, Eyal Zamir, dengan keluarga para tawanan. Dalam pertemuan tersebut, Zamir kembali menegaskan bahwa tujuan utama operasi militer di Gaza adalah membawa para tawanan kembali pulang.
Namun di sisi lain, keluarga para tawanan mengungkapkan kekecewaan. Mereka menyebut pernyataan Menteri Pertahanan “Israel”, Yisrael Katz, yang menyatakan bahwa tekanan militer akan membuahkan hasil. Tetapi setelah satu setengah tahun berlalu, belum ada kemajuan berarti.
Sementara itu, surat kabar Haaretz mengutip seorang pejabat tinggi “Israel” yang menyebut bahwa sedikitnya 21 tawanan “Israel” masih hidup di Gaza. Dari total 59 orang yang diyakini ditahan, 36 di antaranya telah dipastikan tewas, dan dua lainnya masih berstatus hilang.
Perkiraan lain dari kalangan militer menyebutkan jumlah tawanan yang masih hidup mencapai 24 orang. Di sisi lain, lebih dari 9.500 warga Palestina masih mendekam di penjara-penjara “Israel”, menurut laporan dari lembaga-lembaga hak asasi manusia.
Upaya pertukaran tawanan sebelumnya sempat terjadi. Tahap pertama gencatan senjata dan tukar tawanan yang berlangsung selama 42 hari berakhir pada awal Maret lalu. Namun, pada 18 Maret, “Israel” menarik diri dari tahap kedua dan kembali melancarkan agresi ke Jalur Gaza. Sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 50 ribu warga Palestina telah menjadi korban jiwa.
(Samirmusa/arrahmah.id)