GAZA (Arrahmah.id) – Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengumumkan pada Selasa (15/4/2025) bahwa kontak telah terputus dengan kelompok yang menawan tentara ‘Israel’ Edan Alexander, yang juga memegang kewarganegaraan Amerika. Hal ini terjadi setelah serangan udara langsung ‘Israel’ menargetkan lokasi mereka di Jalur Gaza.
Dalam sebuah unggahan di Telegram, Abu Ubaida menyatakan bahwa Brigade Al-Qassam masih berusaha menghubungi mereka.
Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa penilaian mereka menunjukkan bahwa “tentara pendudukan sengaja mencoba menghilangkan tekanan terhadap berkas tawanan berkewarganegaraan ganda untuk melanjutkan perang genosida terhadap rakyat kami.”
Bersamaan dengan pengumuman ini, Brigade Al-Qassam merilis pesan video yang ditujukan kepada keluarga tawanan ‘Israel’, yang menyatakan: “Bersiaplah. Sebentar lagi putra-putra kalian akan kembali dalam peti mati hitam.” Pesan tersebut menambahkan bahwa “pimpinan kalian telah menandatangani surat perintah hukuman mati bagi para tawanan, jadi persiapkan tempat pemakaman mereka.”
Perkembangan ini menyusul perilisan video oleh Brigade tersebut Sabtu lalu (12/4) yang memperlihatkan Alexander memohon kepada Presiden AS Donald Trump untuk campur tangan guna membebaskannya. Dalam video tersebut, ia menuduh Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu menelantarkan para tawanan di Gaza.
Ini adalah penampilan video kedua Alexander. Sebelumnya, ia muncul dalam sebuah video yang dirilis oleh Brigade Al-Qassam pada 30 November 2024, di mana ia menyatakan bahwa ia tidak ingin nasibnya seperti yang dialami oleh rekan senegaranya, Hersh Goldberg-Polin, yang kematiannya diumumkan oleh Brigade Al-Qassam karena tembakan tentara ‘Israel’.
Perlu dicatat bahwa Hamas sebelumnya telah mengumumkan persetujuannya untuk membebaskan Alexander, beserta jenazah empat tawanan lainnya, sebagai tanggapan atas usulan Amerika. Hal ini terjadi setelah ‘Israel’ mengingkari perjanjian gencatan senjata dan melanjutkan serangannya di Jalur Gaza.
Serangan brutal ‘Israel’ yang kembali terjadi pada 18 Maret telah melanggar gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari. Tindakan militer ‘Israel’ terbaru telah menewaskan dan melukai ribuan warga Palestina, sebagian besar warga sipil.
Meskipun pelanggaran tersebut telah dikutuk oleh banyak negara dan kelompok hak asasi manusia, AS tetap melanjutkan dukungannya terhadap ‘Israel’, dengan menegaskan bahwa kampanye militer tersebut dilakukan dengan pengetahuan dan persetujuan sebelumnya dari Washington. (zarahamala/arrahmah.id)