JAKARTA (Arrahmah.com) – Desakan agar RUU Terorisme segera dirampungkan mulai nyaring terdengar pasca terjadinya penyanderaan petugas di Mako Brimob dan letusan bom Surabaya. DPR dan pemerintah saling tuding. Sejumlah tokoh publik juga berpolemik terkait urgensi RUU Terorisme.
Kendati demikian, pengamat gerakan Islam, Ustadz Abu Rusydan memiliki pandangan berbeda. Mantan tertuduh kasus terorisme ini telah bersafari ke sejumlah aktivis Islam yang pernah menjadi mantan narapidana terkait dengan kasus terorisme. Dari sejumlah orang, baik yang memang pelaku maupun hanya tertuduh tindak terorisme ada pandangan yang beragam soal perlunya revisi RUU Terorisme.
“Tanggapan para teman-teman (eks napi terorisme) tidaklah seragam. Pandangannya bertingkat-tingkat,” kata dai asal Kota Kudus ini dalam diskusi bertajuk “Terorisme Politik dan Sekuritisasi Kebijakan” yang digelar Pushami pada Selasa sore (22/5/2018) di Jakarta.
Meski begitu, lanjutnya, setidaknya ada 2 hal yang disepakati sejumlah eks napi terorisme. Pertama, peraturan apapun yang dibuat untuk menghukumi pikiran, perasaan, perilaku aktivis Islam tidak akan mampu mengatasi takdir Allah SWT.
Kedua, peraturan apapun, baik itu bentuknya Perppu, Undang-undang ataupun KUHAP, dalam realita di lapangan tidak berlaku dalam kasus terorisme.
Dalam kasus ini, terang Ustadz Abu Rusydan, banyak sekali kasus-kasus penindakan terorisme yang dilakukan aparatus keamanan menyalahi aturan yang dibuatnya sendiri. Seperti prosedur pendampingan kuasa hukum, hak untuk menghubungi keluarga, lamanya masa penahanan, penangkapan, dan semcamnya.
“Aturan itu semua tidak akan berlaku jika kasusnya terorisme,” ujar mantan terpidana kasus terorisme ini.
Ia juga menekankan, jika memang dikehendaki adanya revisi dalam Undang-undang Terorisme seharusnya harus ke arah yang lebih positif. Utamanya dalam persoalan adanya sistem pengawasan terhadap aparat penegak hukum, serta adanya sanksi terhadap aparat yang terbukti menyalahi aturan perundang-undangan dan melampau kewenangannya.
(ameera/arrahmah.com)