Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Arrahmah.com) – “Tidak ada lagi manusia di antara langit dan bumi yang perkataannya lebih jujur dari Abu Dzar Al-Ghifari”, Rasulullah pernah bersabda seperti itu. Ketika beliau menyambut rombongan suka Ghifar dan Aslam yang telah memeluk Islam karena hidayah Allah lewat lisan Abu Dzar Al-Ghifari.
Suku Ghifar adalah sang pemilik kegelapan malam. Siapapun yang tersesat ke kampung tersebut, atau membawa dagangan melewati kampung Ghifar, dapat dipastikan bahwa dia takkan selamat dari aksi pembegalan.
Allah memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendakiNYA. Berkat dakwah Abu Dzar Al-Ghifari, seluruh penduduk kampung Ghifar pun masuk Islam. Bahkan suku Aslam, tetangga suku Ghifar pun turut memeluk Islam.
Berbicara tentang Abu Dzar, sosok yang tak mengenal rasa takut ini menjadi seorang yang revolusioner di pihak oposisi. Lisannya yang tajam telah digunakannya untuk memuhasabahi penguasa yang dianggapnya hidup bermewah-mewah. Baginya, kebenaran haruslah disampaikan, karena kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran. Itu semua beliau lakukan tersebab teringat dengan pesan Rasulullah.
“Wahai Abi Dzar. Apa yang akan engkau lakukan jika ada pembesar yang mengambil upeti untuk diri pribadi?” tanya Rasulullah.
Abu Dzar dengan cepat menjawab: “Aku akan tebas lehernya dengan pedangku.”
“Maukah kau kutunjukkan cara yang lebih baik? Sarungkan pedangmu, bersabarlah hingga engkau menemuiku,” jawab Rasulullah bijak.
Rasulullah sangat tahu watak murid beliau yang satu ini. Dan nubuwah beliau pun tahu bahwa Abu Dzar akan menjalani kehidupan di mana penguasa mulai membangun istana yang megah. Meskipun sebenarnya masih relevan dengan kondisi saat itu, namun di mata Abu Dzar hal tersebut tak pantas.
Ia teringat bahwa Rasul pernah bersabda:
“Ini (jabatan) adalah amanah yang akan membawa kehinaan dan penyesalan di hari kiamat kelak, kecuali orang yang mengambilnya secara benar dan menunaikan kewajiban yang dipikulkan kepadanya”
Kencang dan tegasnya suara Abu Dzar, membuat Muawiyah, gubernur Syria menjadi gerah. Syria merupakan daerah paling subur dan makmur di wilayah Daulah Khilafah pada masa Utsman bin Affan.
Rakyat mulai terkonsentrasi pada Abu Dzar dengan slogannya “Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak, mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, yang menyeterika kening dan pinggang mereka pada hari kiamat.” Slogan tersebut adalah dari Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 34-35.
Jika di rezim sekarang, Abu Dzar akan dianggap makar. Beliau akan ditangkap dan dipenjarakan atau bahkan dibunuh.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam negara Khilafah. Muawiyah mengajak Abu Dzar berdiskusi dan mengakui kebenaran ucapan beliau. Khalifah Utsman memanggil beliau kembali ke Madinah dan ditawarkan kehidupan mapan. Namun karena Abu Dzar tak menyukai jabatan, dia meminta ijin untuk tinggal di Rabadzah dan tetap taat pada Khalifah Utsman.
Jiwa-jiwa yang melahirkan sosok mulia ini hanya lahir di sistem Khilafah. Posisi Muawiyah, sang gubernur, atau Utsman bin Affan sang Khalifah, tak menjadikan mereka hilang akal sehat hingga tak bisa menerima muhasabah serta kritik seorang Abu Dzar.
Dan demikianlah cara pandang Islam mengenai hubungan rakyat dan penguasa. Kewajiban penguasa adalah mengurus urusan rakyat. Kewajiban rakyat adalah menaati penguasa yang menerapkan syariat Islam dan memuhasabahinya agar sang penguasa selalu berada dalam kebenaran Islam. Karena keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian hanya akan terwujud dengan diterapkannya syari’at Islam. Wallahu a’lam.
Sumber: Biografi 60 Sahabat Nabi SAW
(ameera/arrahmah.com)