(Arrahmah.com) – Salah seorang pahlawan Islam yang memiliki kemampuan tempur luar biasa adalah Abu Dujanah radhiallahu ‘anhu. Namanya adalah Simak bin Kharasyah. Ia termasuk generasi Anshar yang pertama-tama memeluk Islam. Turut serta dalam Perang Badar adalah di antara keutamaannya. Di Uhud, ia adalah seorang yang tetap setia menemani Rasulullah saat pasukan Islam kocar-kacir dilanda kekacauan. Ia juga termasuk dalam pasukan yang memerangi Musailimah al-Kazzab. Dan di sanalah, ia menutup perjalan jihadnya dengan gemilang. Ia gugur di medan tempur Yamamah melawan Nabi palsu itu.
Di Medan Perang Uhud
Az-Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Saat Perang Uhud, Rasulullah menawarkan pedangnya. Beliau mengatakan, ‘Siapa yang mau memegang pedang ini dan menunaikan haknya’? Lalu aku berdiri dan mengatakan, ‘Aku, wahai Rasulullah’. Namun beliau berpaling dariku. Kemudian beliau kembali mengatakan, ‘Siapa yang mau memegang pedang ini dan menunaikan haknya’? Aku kembali menyambutnya, ‘Aku, wahai Rasulullah’. Tapi beliau tetap berpaling dariku. Beliau ulangi untuk kali yang ketiga, ‘Siapa yang mau memegang pedang ini dan menunaikan haknya’? Berdirilah Abu Dujanah Simak bin Kharasyah. Ia berkata, ‘Aku yang akan memegangnya sesuai dengan haknya, hai Rasulullah. Apa haknya itu’? Rasulullah menjawab, ‘Jangan engkau membunuh seorang muslim pun dan jangan lari dari orang kafir’. Beliau serahkan pedang itu padanya. Dan Abu Dujanah dikenal dengan ikat kepalanya.
Saat Abu Dujanah mengambil pedang itu dari tangan Rasulullah. Ia keluarkan ikat kepalanya dan ia ikatkan di kepalanya. Ia jalan dengan congkaknya di antara barisan umat Islam dan musuh.”
Ibnu Ishaq mengatakan, “Saat melihat Abu Dujanah berjalan dengan congkak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar,
إنها لمشية يبغضها الله إلا في مثل هذا الموطن
‘Cara jalan seperti ini dibenci oleh Allah. Kecuali di tempat seperti ini (medan perang)’.
Az-Zubair berkata, “Sungguh akan kuikuti dia. Untuk melihat apa yang akan ia perbuat. Kulihat setiap ada musuh di hadapannya, ia habisi dan ia buat lari. Hingga ia terhenti di hadapan barisan perempuan di kaki bukit. Perempuan-perempuan itu memegang duf. Di antara perempuan itu berkata,
نحن بنات طارق *** نمشي على النمارق
إن تقبلوا نعـانق *** ونبسـط النمارق
أو تدبروا نفـارق *** فـراقًا غير وامق
Kami ini putri-putri perjalanan *** kami berjalan dengan bantal sandaran
Kalau kalian terima kami tempelkan leher kami *** kami hamparkan bantal sandaran
Atau kalian menolak kami pergi *** pergi tanpa cinta
Lalu ia arahkan pedangnya ke perempuan itu untuk menebaskannya. Tapi kemudian ia tahan. Usai peperangan, kutanyakan padanya perihal itu. “Seluruh yang kau perbuat telah kulihat. Kecuali ketika engkau menghunuskan pedang pada seorang perempuan, namun kau tak jadi menebaskannya.” Abu Dujanah menjawab, “Sungguh demi Allah, aku memuliakan pedang Rasulullah agar ia tidak membunuh seorang wanita.”
Melindungi Rasulullah
Qatadah bin Nu’man berkata, “Di Perang Uhud, aku berada di depan Rasulullah. Kujadikan bagian depan tubuhku tameng untuk bagian depan tubuh beliau. Semenrata Abu Dujanah Simak bin Kharasyah menjaga sisi belakang Rasulullah. Hingga punggungnya dipenuhi dengan panah di hari Uhud itu.
Amalan Andalan
Zaid bin Aslam berkata, “Ada seseorang menemui Abu Dujanah saat ia sedang sakit. Saat itu wajahnya berseri. Orang itu bertanya, ‘Apa yang membuat wajahmu berseri-seri (bahagia)’. Ia menjawab, ‘Tak ada amalanku yang paling aku andalkan lebih dari dua amalan. Pertama: Aku tidak berbicara pada suatu perkara yang bukan urusan dan kadar kemampuanku. Yang kedua: aku memiliki hati yang bersih terhadap seorang muslim’.”
Ksatria Terbaik
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Ali dengan pedangnya datang menemui Fatimah. Saat itu Fatimah sedang membersihkan darah di wajah Rasulullah. Ali berkata, ‘Ambil pedang ini. Ia telah berperang dengan baik’. Rasulullah menimpali, ‘Kalau engkau baik dalam perang hari ini, maka Sahl bin Hunaif juga melakukan yang terbaik. Demikian juga dengan Ashim bin Tsabit, al-Harits bin ash-Shammah, dan Abu Dujanah’.”
Wafatnya
Di zaman Abu Bakar ash-Shiddiq terjadi peperangan dengan nabi palsu, Musailimah al-Kazzab. Nabi palsu ini memiliki kabilah yang besar dan kuat. Abu Bakar yang menjabat khalifah mengirim pasukan besar untuk menghentikan kerusakan yang dibuatnya. Di tengah pasukan tersebut terdapat Abu Dujanah radhiallahu ‘anhu.
Saat Musailimah tengah terdesak, ia dan pengikutnya masuk ke sebuah kebun. Kebun yang menjadi benteng yang kokoh dan sulit untuk diterobos. Disebutkan, di antara para sahabat pemberani yang menerobos benteng tersebut adalah Abu Dujanah. Mereka membukakan jalan agar para sahabat lain bisa ikut masuk ke dalam kebun.
Di Perang besar ini, kaki Abu Dujanah patah. Namun ia tak peduli. Mengandalkan satu kakinya, ia tetap kuat melangkah, merangsek bersama pasukan ke dalam kebun. Dan di hari itulah ia gugur menemui ajalnya. Saat itu Wahsyi berhasil menghujamkan tombaknya kepada Musailimah. Lalu bagian atas tubuhnya ditebas oleh Abu Dujanah. Wahsyi berkata, “Dan Allah lebih tahu siapa yang membunuhnya.”
Abu Dujanah wafat pada tahun 12 H bertepatan dengan 633 M.
Daftar Pustaka:
– Asadul Ghabah oleh Ibnul Atsir
– Al-Bidayah wan Nihayah oleh Ibnu Katsir
– Al-Mustadrak al-Hakim an-Naisaburi
Diterjemahkan secara bebas dari https://islamstory.com/ar/artical/33946/أبو_دجانة
Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
(*/Arrahmah.com)