SURIAH (Arrahmah.com) – Beberapa hari yang lalu aku mendengar berita gugur syahidnya Abu Ayyash, seorang ikhwah Muhajir Indonesia yang telah ku kenal sejak hari pertama dia sampai ke Bumi Syam Suriah.
Aku segera melakukan konfirmasi ke berbagai pihak untuk memastikan. Bukan apa-apa, berita syahidnya seorang ikhwan Mujahidin itu acap kali terjadi, dan kadang salah orang, lantaran banyaknya nama yang sama. Setelah berita itu dibenarkan oleh tiga orang yang satu maqor dengannya, barulah aku percaya.
Semula aku enggan menuliskan kisah tentangnya, karena mungkin ada ikhwan yang lebih layak dan lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya. Tetapi aku merasa punya tanggung jawab untuk menceritakan sosok Abu Ayyash seperti yang ku kenal selama ini.
Sebagaimana ku saksikan dan Allah-lah yang Maha Tahu hakikatnya, sungguh pada dirinya terdapat sifat keberanian, akhlak yang luhur, tawadhu, bersungguh-sungguh dalam mencari kesyahidan, selalu bersiap dan mengajukan diri untuk maju ke medan tempur.
Dia datang sebagai seorang pelatih beladiri dan mudarib askari, sehingga ketika sampai di medan jihad Bumi Syam ini, dia enggan membuat pagi hari saudara-saudaranya yang lain berlalu begitu saja dengan tidur dan hal-hal santai lainnya. Dia dengan semangatnya melatih bela diri dan riyadah para ikhwan setiap pagi. Dia melakukannya dengan serius, walau sekali-kali bercanda.
Jika sedang berada di maqor, walau dia dituakan oleh ikhwan lainnya, tetapi dia sangat suka melayani mereka, senang memasak makanan untuk mereka, menyediakan teh dan kwaci.
Dia termasuk orang yang suka ikut nimbrung ketika ikhwah lainnya bercanda, ikut tertawa dan bercerita. Juga tak sungkan bertanya kepada yang lebih muda tentang beberapa hal di Suriah yang belum dia ketahui. Di sinilah saya merasakan ketawadhuan sosok beliau.
Dalam urusan amaliyah qitaliyah, dia pribadi yang sungguh-sungguh dalam mengejar amal, dan pemberani pula. Suatu ketika saya melihat dia malam-malam menyiapkan rompi magazin, peluru dan senjatanya. Saya pikir, ngapain malam-malam begini nyiapin magazin segala,
lalu saya tanya, “Mau ke mana Mas?”
Jawabnya, “Pokoknya jahiz (siap).”
Karena ingin terus dalam posisi siap, dia pun mengikuti pelatihan membawa Tank dan BMB, agar bisa selalu ikut dalam berbagai pertempuran. Karena, kebutuhan akan “sopir” Tank dan BMB selalu ada pada setiap pertempuran.
Pada pertempuran pembebasan Wadi Deif, salah satu markas militer di Idlib, ada cerita lucu. Dia diminta membawa sebuah tank, ketika serangan telah dimulai. Seketika Abu Ayyash maju dengan beraninya, ke depan membawa tank. Ternyata, saat itu ada salah perhitungan, sehingga oleh komandan pertempuran, semua diminta mundur kembali untuk mengatur ulang strategi tempur.
Abu Ayyash pun diminta mundur melalui walkie talkie. Tetapi Abu Ayyash terus saja maju ke depan bersama Tank-nya. Semua ikhwah yang menyaksikan terkejut dan ber-istighfar, “Lihat-lihat itu Abu Ayyash terus maju! Ya Allah, Selamatkan dia,” kata mereka.
Hingga satu orang ikhwah yang ikut di dalam tank yang bertugas sebagai penembak roket pun, ikut meminta abu Ayyash Mundur.
“Insihab ya Abu Ayyash! (Kembali Mundur Abu Ayyash!)” kata ikhwah yang ada di tank bersama Abu Ayyash. Abu Ayyash hanya menjawab polos, “Ilaa Weyn? (Ke mana jalannya?)”
Akhirnya Abu Ayyash memutuskan untuk kembali mundur dan salah jalan pula, sehingga sempat ditembaki ikhwah lain karena disangka Tank musuh yang datang ke arah mereka. Alhamdulillah, setelah diwalkie talkie, barulah mereka tahu bahwa itu adalah Abu Ayyash yang sebelumnya maju sendirian.
Selain itu, Abu Ayyash juga mengikuti pelatihan ingghimasi (operasi menceburkan diri ke tengah-tengah barisan musuh). Setelah selesai pelatihan, dia langsung ikut dalam sebuah operasi Ingghimasi ke dalam kota Idlib yang dikuasai rezim Syiah Nushayriyah.
Operasi ini sukses menghantam pos-pos musuh di dalam kota yang diiringi dengan gugur syahidnya beberapa ikhwah pelaku inggimashi. Tetapi Abu Ayyash termasuk yang selamat dalam operasi ini. Operasi ini dipuji oleh seorang pemimpin jihad di Suriah, karena berhasil menghantam musuh di titik terkuat mereka di kota Idlib.
Operasi berikutnya di Nubl Zahra, sebuah desa Syiah yang dikuasai Rezim, setelah sebelumnya terjadi beberapa kali pertempuran di daerah ini. Sebuah operasi ingghimasi dirancang untuk mengambil alih desa ini dari tangan musuh. Pada operasi kali ini Abu Ayyash kembali ikut serta dan diamanahkan sebagai supir BMB.
Rupanya musuh kali ini membuat jebakan, seolah-olah mereka mundur. Ketika para ikhwah masuk ke dalam wilayah yang “ditinggal” musuh itu, secara tiba-tiba mereka dikepung dan disergap. Maka, gugur syahidlah, insya Allah, 40 ikhwah dalam operasi ini. Dan atas Kehendak Allah pulalah, melalui operasi ini, Abu Ayyash termasuk di antara mereka yang gugur syahid—aamiin.
BMB yang dikendarai Abu Ayyash hancur dihantam oleh roket musuh. Abu Ayyash menuju Rabbnya. Sampai di sini berakhirlah perjalanan Hijrah dan Jihad Abu Ayyash di dunia, berpindah menuju Alam keabadian di tembolok burung hijau yang terbang ke sana ke mari di dalam surga yang mempesona.
Oh, sungguh beruntung perniagaan mu wahai Saudara kami, Abu Ayyash…Kau telah mengarungi “langit” yang luas ‘tuk sampai ke bumi Suriah. Kau telah ikuti berbagai pertempuran demi meraih ridha Allah dan tanpa ragu kau songsong kematian di-Jalan-Nya…
Bagaimana mungkin jiwa para Mukmin yang ksatria itu ragu dan takut pada kematian, sedangkan mati itulah gerbang mereka menuju surga.
Semoga Allah menerima dan merahmatimu beserta para syuhada lainnya yang gugur bersamamu. Semoga Allah kumpulkan kita kembali di Jannah-Nya yang Abadi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Syuhada yang mengkhidmatkan dirinya di Jalan Allah.
Segala puji hanya milik Allah, Rabb alam semesta. Shalawat dan Salam semoga Allah curahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam beserta para keluarga, sahabat dan pengikut setia beliau.
Dituturkan oleh Abu Aya Al-Muhajir kepada Kontributor Bumisyam, Shakirullah, di Suriah. (azm/arrahmah.com)