(Arrahmah.com) – Ibnul Qayyim dalam bukunya yag berjudul Thariiqatul Hijratain mengatakan sebagai berikuti: “Sebagian dari mereka ada yang datang, lalu ia diberi taufiq untuk mengerjakan suatu amal ibadah, hingga layak untuk memasuki pintunya”.
Adapun dengan orang-orang yang sempurna, maka mereka mengambil dari setiap ghanimah suatu bagiannya. Oleh karena itu, anda akan menjumpainya ahlI dalam shalat bersama dengan ahli shalat, ahli dalam dzikir bersama dengan ahli dzikir, dan ahli dalam bershadaqah bersama dengan ahli shadaqah. Yang demikian itu merupakan karunia dari Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Abu Bakar ra termasuk orang yang paling banyak ibadahnya kepada Alalh, karena sangat takut dan merasa selalu berada di bawah pengawasan-Nya. Dia shalat, puasa, berjihad, bersikap adil, membelanjakan hartanya di jalan Allah, serta memelihara waktu-waktunya dan mencurahkan waktu, air mata, dan darah untuk melayani kalimat: “laa illaaha illalloh” dan demi meninggikannya. Oleh karena itulah, dia termasuk orang yang paling terdahulu dengan amal ini.
Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda: “Maukah kutunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan?” Beliau mengenal berbagai macam karakter manusia, potensi, dan batas kekuatan mereka.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memberi nafkah kepada keluarganya dengan tujuan mencari ridha Allah swt, maka ia akan di panggil dari setiap pintu surga, “Wahai hamba Allah, ini lebih baik bagimu.”Barangsiapa sering melakukan ibadah shalat, maka dia akan dipanggil dari pintu shalat; barangsiapa gemar melakukan jihadm maka dia akan dipanggil dari pintu jihad, barangsiapa yang senang berpuasa, maka dia aan diapnggil dari pintu Rayyan; dan barangsiapa gemar bersedekah, maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah.
Abu Bakar bertanya, “Apakah satu orang bisa dipanggil dari setiap pintu-pintu surga? Rasululah saw menjawab, “yadan aku berharap engkau adalah salah diantara mereka
Pada hari yang lain , Rasulullah saw bersabda, “Siapa diantara kalian yang berpuasa pada hari ini? Abu Bakar menjawab; “Saya”. Beliau bertanya lagi; “Siapa di antara kalian yang pada hari ini mengiringi jenazah? Abu Bakar menjawab; “Saya”. Siapa diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin? Abu Bakar menjawab; “Saya”. Nabi bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang pada hari ini teleh menjenguk orang sakit? Abu Bakar menjawab; “Saya”. Nabi saw menjawab, “Tidaklah amalan-amalan itu terhimpun pada diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.
Saudaraku tercinta, bagaimana Rasulullah saw memotovasi agar umatnya punya cita-cita tertinggi agar dimasukkan di surga yang tertinggi ucapan beliau, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat seratus tingkatan (derajat) yang dipersiapkan oleh Allah bagi para mujahid yang berjihad di jalan-Nya. Jenjang antara masing-masing tingkatan itu adalah seperti antara langit dan bumi. Maka jika kalian memohon surga kepada Allah, mohonlah surga Firdaus, karena ia berada di tengah-tengah surga dan juga merupakan surga yang tertinggi. Dari Firdaus inilah sungai-sungai itu mengalir. Sedangkan di atasnya terdapat ‘Arsy (singgasana) Allah (HR Bukhari)
Seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukilah aku suatu amal”, atau “Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku suatu amal”, lalu beliau memesankan suatu amalan kepadanya.
Seorang yang lemah lagi bertubuh kurus datang kepadanya, lalu berkata, “Wahai Rasulullah tunjukkilah aku suatu amalan,” maka beliau bersabda:
“Hendaknyalah bibirmu tetap basah karena berdzikir kepada Allah.”(HR. Tirmidzi)
Seandainya Rasul shallahu alaihi wassalam memerintahkan kepadanya untuk puasa atau berjihad, tentulah dia tidak akan mampu mengerjakannya.
Seorang lelaki datang kepada beliau meminta restu untuk berjihad, yaitu jihad sunnah, bukan jihad wajib, maka Rasulullah shallahu alaihi wassalam, bertanya, “Apakah kamu masih punya dua orang tua?”. Lelaki itu menjawab, “Masih!”. Rasulullah SAW bersabda:
“Berbaktilah kamu kepada keduanya!”. (HR. Tirmidzi)
Lelaki lain datang kepadanya dan berkata: “Tunjukkanlah aku suatu amal”. Rasulullah SAW menjawab: “Kerjakanlah puasa, karena sesungguhnya puasa adalah amal yang tiada taranya”. (HR. Ibnu Hibban)
Yang lain lagi datang, lalu berkata: “Tunjukkanlah aku suatu amal yang menyami jihad”. Rasulullah shallahu alaihi wassalam, “Aku tidak menemukan (persamaannya)”. (HR. Bukhari)
Nabi shallahu alaihi wassalam bersabda: “Maukah kutunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah tameng”.
Puasa ini adalah suatu yang menakjubkan. Ia adalah untuk mendidik rohani. Di dalamnya terkandung berbagai manfaat dan faidah yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.
Oleh karna itu, saya pesankan kepada anda da juga kepada diri saya sendiri untuk menggunakan kesempatanyang luang guna memperbanyak puasa sunnah, seperti puasa hari ‘Asyura yang dilakukan pada tanggal 10 bulan Muharram dan disunnahkan melakukan puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.
Melakukan puasa pada hari tersebut disunnahkan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist shahih bahwa Rasullah shallahu alaihi wassalam pernah bersabda: “Aku memohon perhitungan kepda Allah semoga puasa hari itu dapat menghapuskan dosa tahun tahun sebelumnya”. (HR. Muslim)
Setahun penuh lagi lengkap semua dosa yang dilakukan padanya dihapuskan oleh Allah Ta’ala berkat melakukan puasa pada hari ‘Asyura ini. Disebutkan bahwa para shahabat ra adalah orang yang paling banyak melakukan puasa. Atau puasa senen kamis atau puasa Daud.
Dalam medan peperangan terkadang seorang muslim memberikan dispensasi kepada dirinya sendiri, karena ia sedang bertempur adu pedang dan adu tombak dengan musuh. Lalu ia mengatakan: “Mengapa aku musti puasa! Sebaiknya aku makan saja agar tubuhku kuat menghadapi peperangan”.
Akan tetapi, dijumpai di kalangan sebagian shahabat yang tetap puasa, meskipun pedang musuh mengancam kepalanya, seperti Abdullah Ibnu Rawahah ra. Seorang penyair dan seorang jagoan yang masih muda lagi pemberani.
Beliau saat dibai’ah oleh Rasulullah, bertanya wahai Rasulullah Shallahu alaihi wassalam untuk apa engkau membiat’at kami? Rasulullah menjawab, “Agar kamu sekalian menolong dan melindungi istri dan anak-anakmu sendiri.” Ia bertanya lagi, “Apakah imbalannya jika kamu telah melakukannya dengan baik? Beliau menjawab, “Anda sekalian akan memperoleh surga. (perhatikan bahwa di sini Rasulullah tidak menjawab bahwa meeka akan mendaptkan dunia, melainkan akan mendapatkan surga) Maka Ibnu Rawwahah, “Demi Allah, ini adalah sebuah transaksi perniagaan yang sangat menguntungkan; kami tidak akan membatalkannya dan tidak akan meminta untuk dibatalkan.
Dia merelakan dirinya sebagai tumbal di jalan Allah, dan Allah menerima pengorbanannya itu dengan menerima yang baik dan memang Allah Ta’ala menerima kebenaran orang-orang yang benar.
Dalam perang Mu’tah dia puasa, padahal dia berperan sebagai penglima pasukan. Dia memegang tampuk kepemimpinan yang ketiga sesudah Zaid ibn Haritzah ra dan Ja’fa ibnu Abu Thalib ra. Ketika Rasul shalahu alaihi wassalam mengirim pasukan kaum muslimin, seluruhnya berjumlah 3.000 personil, sedang jumlah pasukan musuh sebagaimana disebutkan salah seorang ahli sejarah kurang ada 180.000 personil.
Kedua belah fihak berhadapan. Ketka para shahabat melihat jumlah pasukan musuh yang amat besar yang datang bagaikan gunung, sebagiannya mengiringi sebagian yang lain bagaikan gelombang air bah. Mereka harus menghadapi 180.000 pasukan, setiap divisi yang berjumlah 1.000 orang mempunyai komandannya sendiri dan setiap divisi telah mengetahui tugasnya bahwa mereka bermaksud untuk menjajah Jazirah Arab, mengalahkan pasukan Islam, dan menghentikan dakwah Nabi shalallahu alaihi wassalam.
Abdullah ibnu Rawahah yang puasa lagi berjihad itu mengatakan: “Hai manusia, sesungguhnya kita keluar untuk salah satu diantara dua kebaikan, yaitu gugur di jalan Allah dan mati syahid atau beroleh kemenangan dan kejayaan bagi Islam. Demi Tuhan ang jiwa Abdullah ibnu Rawwahah berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku tidak mau pulang sebelum mati syahid atau Islam beroleh kemenangan”.
Selanjutnya, ia mengambil sarung pedangnya dan mematahkannya dengan lututnya. Sikap ini menurut tradisi orang-orang Arab adalah sangat berbahaya atau siap mati. Zaib ibnu Haritzah maju sebagai panglima, lalu gugur, kemudian digantikan oleh Ja’far dan ia pun gugur pula. Selanjutnya, datang giliran Abdullah ibn Rawwahah untuk memegang panji, yaitu panji “laa ilaaha illallah”, bertepatan dengan mendekatnya saat mentari tenggelam yang sinarnya mulai menguning, sedang Abdullah ibnu Rawwahah dalam keadaan puasa. Dia tidak merasakan adanya ludah di mulutnya karena kekeringan, sedang dia masih berada diatas kudanya.
Ketika ia dipanggil, langsung menjawab: “Ya!”. Manakala mereka berkata bahwa Ja’far telah gugur, maka ia segera maju menggantikan perannya. Ia berkata: “Berikanlah kepadaku suatu makanan untuk menguatkan tubuhku, karena sesungguhnya hari ini aku sedang berpuasa”. Mereka pun memberinya sepotong daging dan ia langsung mengambilnya untuk dimakan. Ketika hendak menguyahnya, ternyata ia tidak merasakan apa pun dari makanan itu mengingat para shahabat banyak yang mati kepala mereka banyak dibabat dari atas kuda. Dia melihat anak paman Rasulullah, Ja’far, ditebas dan dibunuh dihadapannya, dan dia melihat Zaid ibn Haritzah dibunuh dan ditebas.
Ia mengambil pedangnya dan mengucapkan bait-bait syair berikut:
“Aku bersumpah, wahai diriku, engkau harus turun tangan atau engkau akan dikalahkan, jika orang-orang telah bersumpah, dan telah mengencangkan tali kendali kudanya, mengapa kulihat engkau tidak suka kepada Surga, padahal tiada lain engkau hanyalah berasal dari nufthfah yang hina”.
Selanjutnya, Abdullah ibnu Rawwahah ra memacu kudanya mamasuki barisan musuh dan bertempur dengan sengitnya, hingga akhirnya dia gugur bersamaan dengan tenggelamnya matahari, sedang Rasulullah shallahu alaihi wassalam mengikuti jalannya pertempuran dari Madinah.
Waktu perang mu’tah, beliau menentukan tiga orang sebagai komandannya. Mereka adalah Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawwaha beliau berpesan ,” Apabila Zaid gugur, maka digantikan oleh jafar, dan apabila jafar gugur maka digantikan oleh Ibnu Rawwahah (HR. Bukhari melalui hadist ibnu umar)
Saat berangkat mau berangkat saat mau berangkat perang masih, Abdullah ibnu Rawwahah sengaja berangkat siang padahal yang lain sudah sejak pagi berangkat
Setelah selesai sholat jumat Rasulullah saw, Abdullah ibnu Rawwahah mengucapkan salam, maka Rasulullah saw bertanya, “Tidakkah engkau berangkat bersama-sama temanmu berjihad dijalan Allah?
Abdullah ibnu Rawwahah, menjawab wahai Rasulullah saya sengaja untuk berangkat siang agar bisa melihat diatas mimbar sebagai akhir pertemuanku dengan engkau dan aku ingin berpamitan kepadamu.
Rasulullah saw mencucurkan air mata begitu juga Abdullah ibnu Rawwahah mengucapkan bait syair,”
Tinggalah salam untuk seseorang yang sangat kukasihi
Yang aku harus berpamitan kepadanya di Nakhtalh (kota dimekah)
Dengan pamitan yang sebaik-baiknya
Ibnu Rawwahah bermaksud bahwa yang belum dilakukannya adalah mengucapkan salam pamitan kepada Nabi Muhammad saw di Nakhlah, bagian kota Madinah, maka Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya berpagi hari atau berpetang hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan segala isinya
Ketika Ibnu Rawahah keluar dari masjid Nabawi untuk ikut serta dalam perang Mu’tah, para sahabat lain berpesan kepadanya, “Semoga engkau kembali dengan selamat! Tapi ia menjawab, “Tidak, aku tidak ingin keselamatan. Aku hanya memohon ampunan kepada Allah dari setiap tikaman bercabang yang kuterima dari pedang-pedang musuh. Bahkan aku sangat menginginkan kematian, agar aku tergolong kepada para syuhada yang gugur membela agama Allah..
Pertempuran berlangsung di bumi Amman (Yordania), tetapi Allah membuka hijab bagi Nabi Shallahu alaihi wassalam, sehingga beliau shallahu alaihi wassalam dapat melihat pasukan kaum muslim, jalannya peperangan, dan kekuatan mereka. Orang-orang pun berkumpul, sedang beliau shallahu alaihi wassalam menangis di atas mimbarnya dengan suara tangisan yang disembunyikan seraya bersabda:
“Sesungguhnya telah berlalu dihadapanku tiga buah dipan (katil), sedang pada dipan Abdullah ibnu Rawwahah terdapat suara gemuruh dan sesungguhnya mereka masuk Surga semuanya. Semoga Alah meridhai mereka dan membuat mereka puas”. (HR. Thabrani).
Para sahabat melewati kuburan Ibnu Rawahah, mengucapkan salam dan berkata sambil menangis kerena terharu, “Sungguh Allah SWT telah memberinya petunjuk sehingga ia teleh memilih berjuang di jalan-Nya dan mati karena-Nya.
Saudaraku tercinta, sudah selayaknya kita harus menentukan format kematian kita
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Wallahu’alam
Penulis: Abu Azzam
(azm/arrahmah.com)