(Arrahmah.id) – Kali ini, kita akan membahas tentang “anak lainnya” yang mendapat sentuhan pendidikan dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yaitu Abdullah bin Ja’far bin Abu Tholib. Abdullah bin Ja’far adalah putra dari Ja’far bin Abu Tholib dan Asma binti Umais.
Bayangkan jika anak, ponakan, dan sepupu belajar dari kita, mengambil ilmu dari kita dan menyebarkannya, apakah kita akan bangga ataukah malu?
Inilah kebanggaannya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, bahkan ketika meninggalnya Ja’far bin Abu Tholib (sepupu), istrinya Ja’far (Asma binti Umais) mendatangi Rasulullah dan mengatakan kepada Rasulullah “ini adalah anak yatim”, lalu Rasulullah mengatakan: “Adapun Abdullah (Abdullah bin Ja’far), itu mirip denganku dalam bab akhlak dan juga tubuh (fisik), kemudian Rasulullah memegang tangannya Abdullah bin Ja’far lalu berdoa: ‘Ya Allah munculkanlah generasi penerus Ja’far dan berkahilah Abdullah bin Ja’far [setiap transaksinya Abdullah bin Ja’far]’.
Kemudian datang ibu kami Asma dan menyampaikan kondisi keyatiman kami, “Apakah kamu ragu tentang mereka, sementara aku ini wali mereka di dunia dan akhirat,” ujar Rasulullah.
(Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ja’far)
Abu Tholib (kakek dari Abdullah bin Ja’far) nama aslinya Abdu Manaf. Ja’far (ayah Abdullah) termasuk orang-orang yang ikut hijrah ke Habasyah. Ketika hijrah, Ja’far menjadi juru bicara kaum Muslimin, saat orang Qurays mengutus juru bicaranya yaitu Amr bin Ash. Namun dikemudian hari Amr bin Ash masuk Islam.
Jarak antara dakwah terang-terangan dengan hijrah hanya 1 tahun, selama 1 tahun kaum Muslimin mengalami ujian yang sangat hebat (hijrah di tahun kelima Hijriyah).
Sesampainya di Habasyah, Ja’far dengan kepandaian bicaranya, dengan keindahan lisannya, akhirnya membuat raja Najasyi memanggil kaum Muslimin dan pihak Qurays, sang raja tidak ingin mengambil keputusan dengan mudah.
Ja’far sebagai juru bicara berbicara selama 2 kali, yang paling memukau adalah yang kedua. Saat itu Amr bin Ash mengatakan: “Mereka wahai raja yang mulia, berbicara tentang anaknya Maryam dengan kalimat yang berbahaya”. Saat itu Amr bin Ash paham mengenai pemikiran kaum Muslimin.
Hal itu dimanfaatkan oleh Amr bin Ash untuk bernego, agar kaum Muslimin dipulangkan ke Mekkah. Ja’far menjawab: “Kami tidak akan melampaui apa yang disampaikan oleh Allah melalui lisannya Nabi kami. Lisan itu menyampaikan bahwa Isa adalah ruh yang ditiupkan oleh Allah kepada Maryam yang suci yang tak ada satu orang pun yang bisa menyentuhnya, ia lahir dari situ, dan dia adalah hambanya Allah dan nabinya Allah”.
Itulah Ja’far, dia istiqomah dengan kurikulum yang diberikan oleh Nabi selama hidupnya. Dan Abdullah bin Ja’far tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Ja’far bersabar dengan kurikulum sejak tahun kelima kenabian di Mekkah yang diberikan oleh Rasulullah. Ia mendapatkan kurikulum baru setelah kembali lagi dari Madinah (7H), ia bersabar selama 15 tahun.
Raja Najasyi tidak terpengaruh oleh bisikan Amr bin Ash saat itu.
Keistiqomahan Ja’far diwarisi oleh Abdullah.
Kalimat dari ummul mukminin Aisyah, “Aku belum pernah melihat sedihnya Rasulullah seperti sedihnya Rasulullah kehilangan Ja’far.” Istiqomahnya Ja’far (baik di Habasyah maupun di Mu’tah) mengikuti apa yang disampaikan Nabi, membuat Nabi mengatakan: “Nanti pemimpin perang Mu’tah adalah Zaid bin Haritshah dilanjutkan Ja’far bin Abu Tholib jika Ja’far meninggal dilanjutkan Abdullah bin Rowahah”, disebutkan tiga nama, para sahabat tahu dalam hati sepertinya si fulan akan gugur, si fulan akan gugur, Ja’far istiqomah melakukan perintah Rasulullah di perang tersebut. Ja’far tahu dia akan digantikan Abdullah bin Rowahah, namun dia tetap istiqomah. Sepeninggal Ja’far para sahabat memuliakan istri-istri Ja’far.
Setelah Ja’far meninggal, Asma binti Umais dinikahi oleh Abu Bakar as Sidiq. Ketika Asma belum sempurna mendapatkan kurikulum dari Ja’far, ia menyempurnakannya dari Abu Bakar. Mereka memiliki anak bernama Muhammad bin Abu Bakar, dan Muhammad bin Abu Bakar memiliki keturunan Qasim, gelarnya Faqih, karena Qasim adalah salah satu ulama ternama ahli Fiqih di Madinah.
Asma memiliki dua anak bernama Muhammad (dari Ja’far dan Abu Bakar) dan keduanya membuat bangga ayah-ayah mereka.
Sepeninggal Abu Bakar, Asma dinikahi oleh Ali bin Abi Tholib (adiknya Ja’far dengan rentang usia 10 tahun).
Semua yang menikahi Asma binti Umais adalah orang-orang mulia.
Imam Adz Zahabi mengatakan: “Dia adalah tuan yang berilmu (As sayid al alim) Ja’far al Quraysi”. Ini adalah keberkahan doa Nabi Muhammad.
Abdullah bin Ja’far saking bangganya dengan sang ayah, memberikan nama Ja’far untuk anaknya. Abdullah bin Ja’far tahu kepahlawanan ayahnya. Abdullah tahu dua sayap akan diberikan untuk ayahnya sebagai ganti dua tangannya yang hilang dalam perang dan ada riwayat yang mengatakan dengan dua sayap tersebut Ja’far bisa berpindah-pindah dari satu surga ke surga lainnya.
Tidak mungkin anak akan bangga terhadap ayahnya, terhadap orangtuanya jika tidak memperlihatkan keteladanan.
Abdullah bin Ja’far juga meriwayatkan ilmu dari Ali bin Abi Tholib dan ibunya Asma binti Umais. Jadi Abdullah bin Ja’far lahir di keluarga ahli ilmu.
“Dan Abdullah bin Ja’far meriwayatkan ilmu [hadist] dari pamannya Ali dan ibunya Asma.” Menunjukkan bahwa ibunya pun ahli hadist, meriwayatkan hadist.
Yang istiqomah bukan ayahnya saja, ibunya pun istiqomah, dan pamannya pun istiqomah. Itulah Abdullah bin Ja’far.
Contoh hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ja’far tentang utang piutang :”Allah SWT bersama orang yang berhutang, sampai dia melunasi hutangnya. Selama dia tidak membuat Allah murka.” Apa yang membuat Allah murka adalah tidak ada niat melunasi hutang.
Abdullah bin Ja’far juga menjadi guru untuk anak-anaknya. Beberapa riwayat menyebutkan Abdullah bin Ja’far adalah sahabat nabi yang paling terakhir meninggal, dan berasal dari Bani Hasyim.
Abdullah bin Ja’far karena telah didoakan oleh Nabi seperti yang disebutkan di atas, ia sangat sering mendapatkan harta yang banyak. Bahkan setiap transaksinya selalu berkah. Riwayat menyebutkan ia meninggal di tahun 80H, ada yang mengatakan 84 dan 85H, dan 90H. Berarti umurnya panjang, mendekati 100 tahun.
“Sebaik-baik orang adalah yang umurnya panjang dan amalnya baik.”
Ulama mengatakan sebelum ummat Islam, yang menjadi pemimpin adalah bani Isroil. Nikmat Allah diberikan kepada ummat manusia berupa kepemimpinan, contoh kepemimpinan sebelum ummat Islam adalah bani Isroil, dan itu adalah contoh yang gagal. Dan ayat yang diturunkan tentang kedua orang tua (birul walidain) adalah saat bani Isroil memimpin, korelasinya adalah tidak mungkin muncul pemimpin yang baik jika tidak ada birul walidain.
Akhlak yang baik, pahalanya mirip dengan qiyamulail, sampai Rasul mengatakan: “Orang yang paling dekat denganku di surga nanti adalah yang paling baik akhlaknya.”
Suatu hari Rasulullah pulang dari safarnya, masuk ke Madinah, Rasulullah disambut oleh anak-anak Madinah, diantaranya Abdullah bin Ja’far dan anak-anak Ali bin Abu Tholib, kemudian mereka digendong di tunggangannya, dua di depan satu di belakang. Rasulullah sangat mengasihi anak-anak, karena ruh kurikulum yang dibangun dan dijalankan oleh para sahabat akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Keteladanan Nabi yang lain ketika bersama Anas bin Malik, Rasulullah memulai dengan salam terlebih dahulu terhadap anak-anak. Rasulullah ingin memberikan contoh kepada Anas bin Malik bahwa orang yang berjalan harus mengucapkan salam kepada yang sedang duduk, yang sedikit mengucapkan salam kepada yang banyak.
(haninmazaya/arrahmah.id)
*Disarikan dari kajian yang diisi oleh Ustadz Ardhan Tonadisiki