WASHINGTON (Arrahmah.com) – Administrasi Obama telah menyiapkan strategi alternatif untuk Afghanistan, yang di dalamnya termasuk meningkatkan kekuatan militer AS di negara tersebut dalam menekan Taliban agar pada akhirnya mau bergabung dalam jalur politik mainstream, kata pakar AS.
Namun dalam kebijakan baru ini juga diakui bahwa adanya lebih dari 70.000 orang tentara AS di Afganistan seolah-olah hanya menyediakan sarana bagi Taliban untuk meneruskan pemberontakan dengan terus-menerus membakar sentimen anti Amerika.
Strategi baru tersebut, menurut pakar, juga mengakui bahwa sebetulnya bukan tugas Amerika untuk mencegah atau memaksa agar Taliban terjun ke dalam politik mainstream Afghan, sebagaimana yang diinginkan oleh administrasi Bush.
Laporan itu pun memperlihatkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan Taliban akan tetap berada di Afganistan meskipun tentara AS dan NATO pergi. Hal ini disadari oleh para pembuat kebijakan AS bahwa AS sudah memperlihatkan tanda-tanda kelemahannya akibat memperpanjang perang. Dan itulah mengapa penguatan militer Amerika di Afganistan merupakan bagian esensial dari strategi baru, meskipun ada tekanan agar AS menitikberatkan pada jalan keluar damai dari berbagai pihak, termasuk dari pemerintah Afghanistan sendiri.
Garis besar strategi baru diperlihatkan oleh berbagai pakar yang terkait dengan proses pembuatan kebijakan administrasi Obama.
Strategi jalan keluar AS ini mengklaim bahwa ada perbedaan yang cukup jelas antara Al Qaidah dan Taliban. Menurut strategi tersebut, AS tidak akan melakukan rekonsiliasi dengan Al Qaidah, namun tidak akan ragu-ragu untuk mendekati Taliban agar mau menjadi salah satu pemain dalam urusan politik Afghanistan.
Para perecana kebijakan AS percaya bahwa untuk mencegah Al Qaidah untuk kembali menempati Afghanistan, mereka tidak perlu menempatkan ribuan tentara AS di negara tersebut untuk tahun-tahun yang akan datang.
Salah satu penelitian yang dilakukan terhadap Jenderal Stanley A. McChrystal, yang mengambil tanggung-jawab angkatan perang AS dan NATO di Afganistan bulan yang lalu, memfokuskan pada metode tidak konvensional yang dipakai pejabat AS itu untuk memberantas pemberontakan ternyata malah meningkatkan kekuatna Taliban.
Semua media AS, yang melaporkan pendekatan baru AS terhadap perang ini, juga melaporkan bahwa Juli merupakan bulan yang paling mematikan bagi pasukan internasional yang dipimpin AS di Afghanistan sejak tahun 2001. Bulan lalu, sebanyak 70 pasukan terbunuh, termasuk 42 tentara Amerika. Dan lebih dari enam personil AS sudah tewas dalam dua hari pertama di bulan Agustus ini.
Laporan itu memperingatkan bahwa kerugian di pihak NATO akan terus meningkat selama pasukan AS terus berusaha untuk merebut Afghanistan dari Taliban. (Althaf/dawn/arrahmah.com)