JERUSALEM (Arrahmah.com) – Ketakutan tampak jelas dalam benak Israel, bahkan terhadap warganya sendiri. Demi melanggengkan kepentingan dan hegemoninya, pemerintah Israel akan menghilangkan referensi yang sering disebut oeh orang Palestina sebagai bencana yang dibuat Israel, dari buku teks berbahasa Arab di sekolah-sekolah dasar, kata menteri pendidikan Israel pada Rabu (22/7).
Kata-kata “al-nakba”, bahasa Arab untuk “malapetaka”, yang merupakan penyebutan bagi masa-masa suram yang harus dialami warga Palestina (mengalami pengungsian yang massif dan pengasingan) di tengah-tengah perang sengit yang dilancarkan Israel pada tahun 1948, diperbolehkan pada masa kementrian pendidikan Israel tahun 2007.
Frase tersebut ditakutkan pejabat Israel akan memelihara kebencian terhadap Israel selama berdekade-dekade yang akan datang, akan menyebabkan gejala perpecahan di dalam tubuh Israel sendiri. Karena sejauh ini di Israel sendiri banyak warga negaranya sendiri yang memihak pada Palestina di Tepi Barat dan Gaza.
Pemerintahan Israel terbaru yang dipimpin oleh Bejamin Netanyahu dengan partainya Likud, memerintahkan untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak ingin loyal terhadap Israel dan memihak Palestina dari tanah Israel, yang sebetulnya didapat dari hasil kejahatan, kekejian, dan kecurangan negara Zionis tersebut dari warga Palestina.
“Tidak ada satupun negara di dunia ini, yang dalam kurikulum resminya, akan membiarkan kata-kata yang justru akan mengancam kedaulatan negaranya ditulis dalam buku-buku sekolah dan dipelajari oleh para pelajarnya.” kata Menteri Pendidikan Israel, Gideon Saar di hadapan parlemen pada Rabu (22/7).
Upaya pelupaan sistematis terhadap sejarah melalui penghapusan kata-kata “an-nakba” tersebut merupakan salah satu cara agar Israel bisa tetap melanggengkan kepentingan mereka. Zionis sangat ketakutan bahwa pertentangan justru timbul dalam tubuh negaranya sendiri.
Perang 1948 memperlihatkan penjajahan terhadap Palestina (salah satu negara Arab) oleh Yahudi setelah PBB memutuskan untuk membagi wilayah Palestina yang saat itu dijajah Inggris menjadi negara Arab Palestina dan negara Yahudi. Angkatan perang Yahudi sangat kuat saat itu dan mulai mencaplok banyak wilayah yang hanya menjadi perdebatan PBB, tanpa memberikan penyelesaian.
Sekitar 700.000 warga Palestina diungsikan dan diasingkan secara massal dari tempat tinggal mereka sendiri di bawah kontrol Israel. (Althaf/ap/arrahmah.com)