Bom kembali mengguncang Indonesia. Tanpa ba bi bu lagi, telunjuk pun langsung mengarah pada umat Islam. Benarkah umat Islam pelakunya? Mengapa begitu mudah orang menuding umat Islam. Terus apa targetnya?
Untuk menjawab hal tersebut di atas, Eman Mulyatman menghubungi Ustadz Irfan Suryahadi Awwas, Ustadz yang kenyang mendekam selama 13 tahun di penjara orde baru itu memberikan perspektif yang berbeda dari yang ada di media lain.
“Boleh jadi skenarionya itu adalah bagaimana memaksa atas nama bom ini dan kaitannya dengan JI ini memaksa SBY, bertindak terhadap partai-partai Islam yang berkoalisi dengan dia. Saya kira akan ada arah kesitu,” katanya
Wawancara berlangsung di Markas Majelis Mujahidin di Karanglo, Kotagede, Yogyakarta pada 19 Juli 2009.
Berikut petikannya:
Jakarta kembali diguncang ledakan apa komentar Anda?
Dalam mengekspresikan kekecewaan dan kemarahan nampaknya rakyat Indonesia menjadikan bom, pembunuhan sebagai salah satu pilihan. Kita bisa merujuk misalnya dari kasus Poso, Papua, kemudian juga kekecewaan karena pembalasan terhadap prilaku orang-orang kafir di berbagai wilayah muslim. Termasuk juga kekecewaan terhadap prilaku politik nampaknya bom pembunuhan dan penembakan menjadi pilihan rakyat Indonesia.
Jika kita kaitkan dengan Bom Marriot II ini sebelum kita mencari siapa pelakunya, pertanyaannya kenapa di satu tempat bisa terjadi dua kali. Mestinya yang dipertanyakan ada apa di Marriot itu? Jangan-jangan memang ada di Marriot itu suatu tempat untuk transit atau musuh-musuh yang oleh musuhnya memang harus diselesaikan di tempat itu. Ini harus dicurigai, kenapa satu tempat ada dua kali pengeboman. Berarti patut dicurigai oleh satu pihak, apa kepentingannya? Berarti menyimpan misteri yang harus diselesaikan dengan cara seperti itu.
Maksudnya?
Saya jawab dengan contoh, ketika 5 Agustus 2003, terjadi pengeboman kita mendengar sehari sebelumnya ada sekitar 21 orang asing keluar dari itu (JW Marriot) kemudian besoknya meledak. Nah kira-kira terjadi tidak hal yang sama sekarang ini. Sebab kata banyak berita tempat itu sangat ketat dari segi keamanan. Bagaimana mungkin orang bisa leluasa, masuk bawa laptop, bahan peledak….
Apalagi yang bertampang Melayu?
Apalagi juga kesan di kamar 1808 itu meninggalkan bekas. Itu lebih tidak mungkin, sebodoh apa pun seorang teroris, tidak mungkin dia akan meninggalkan bekas dengan sengaja, tanpa ada maksud dibalik itu.
Ini menjadi pertanyaan bagi kita, misteri apa di Marriot itu sendiri? Jangan-jangan memang tersimpan sesuatu disitu, sehingga orang-orang termotivasi untuk menyelesaikan persoalannya dengan bom.
Jadi semacam markas?
Boleh jadi dijadikan semacam markas oleh orang-orang yang berfikiran jahat terhadap Indonesia. Bisa atas nama politik atau agama. Ini harus diselidiki, para intelijen jangan menutup mata. Demikian pula dengan para pejabat kemanan di Indonesia harus membuka dari hal itu (apa sesungguhnya yang terjadi di kamar itu? Sebab menyembunyikan hal itu, ternyata orang lain tahu.
Itu yang Pertama, terus yang Kedua, ada sikap paling tidak tiga pernyataan yang berbeda-beda yang saya khawatir bermuara pada satu tujuan, 1. Pernyataan Sidney Jones, pernyataan ini bisa kita anggap sebagai mewakili Barat. Dia mengatakan bahwa ini mesti dilakukan oleh Nurdin M Top dkk.
JI Muda?
Anehnya si penghuni kamar 1808 itu namanya berinisial N, si Nurdin Aziz, atau ada kaitannya dengan Nurdin yang dikejar-kejar di Cilacap.
Kedua, pernyataan Hendropriyono (Mantan Ketua BIN-red) yang terkesan stigma dan wujud dari kemarahan, dendam. “Semua ini harus ditelusuri dari paham,” katanya. Maksudnya paham keagamaan yang sekarang ini sedang merebak, paham Wahabi yang oleh sejumlah kalangan Islam dipandang sebagai ideologi transnasional.
Ketiga, Penyataan SBY sendiri yang menyatakan bahwa ini karena kekecewaan politik. Bahwa ini ada kaitannya dengan Pilpres.
Apa kesimpulannya?
Nah, dari ketiga pernyataan ini dirangkum menjadi satu, saya melihat keluarnya pernyataan SBY ini hasil dari tekanan intelijen asing terhadap SBY. Supaya SBY bersikap keras terhadap lawan politiknya berkaitan dengan Pilpres, untuk satu tujuan bagaimana menekan Islam fundamentalis. Menekan yang disebut Islam garis keras yang dipandang cukup bebas di masa reformasi ini. Saya kira semua itu bermuara kesitu.
Siklus setelah pemilu, setelah polisi tidak ada kerjaan, terus ada bom?
Katakanlah itu skenario usang, prilaku jahat semacam itu memang sudah biasa. Sebagai Presiden SBY, membuka dengan statemen. Seakan-akan info dari intelijen ini adalah fakta. Padahal itu baru info intelijen, bahwa dicurigai ada orang yang sengaja menjadikan dia sebagai sasaran bidik dalam latihan. Padahal itu baru info bukan kesimpulan. Itu berdasarkan foto yang dikirim oleh seseorang. Kita tidak tahu apa motivasi dari orang itu (si pengirim foto-red).
Masih mentah?
Dia sebagai Presiden memposisikan diri sebagai orang yang terancam, hanya berdasarkan foto. Padahal foto itu bisa direkayasa. Kedua, kita harus bertanya kepada SBY, sebagai warga negara, rakyat Indonesia memiliki hak konstitusional untuk dilindungi. SBY dalam hal ini gagal memberikan perlindungan kepada rakyat Indonesia. Bahkan sekarang ini dia menuding ke kiri dan ke kanan. Dia menuding lawan-lawan politiknya untuk memberikan justifikasi bahwa kejahatan terorisme ini adalah mengancam dia, mengancam demokrasi, mengancam pembangunan, macam-macam…. Sementara ancaman sesungguhnya kepada rakyat Indonesia, kemiskinan, kelaparan, kriminal, bencana alam, tidak menjadi agenda dia. Itu hanya menjadi lip service saja.
Jadi ingat Pak Harto, dulu Pak Harto ketika ada ancaman pada dirinya mengatakan, “Akan saya gebuk!” ?
Itulah. Sementara ancaman terhadap rakyatnya tidak menjadi agenda dia. Fokus agendanya adalah bagaimana menyelamatkan dia dari perasaan terancam dari rakyatnya sendiri. Presiden semacam ini berbahaya sekali.
Nampaknya untuk kedepan arahnya akan semakin jelas sekali, semakin mengokohkan bahwa demokrasi itu harus menjadi identitas Indonesia. Ini yang diperlukan. Padahal itu tidak kita kenal dalam, wajibatul iman.
Padahal belum dilantik?
Nampaknya dia inginmenikmati betul lima tahun kedepan. Nah kekhawatiran kita jika dengan prilaku semacam ini seorang presiden bertindak dan bersikap maka kekhawatiran kita , begitu lima tahun kedepan selesai maka dia akan meminta untuk menjadi Presiden seumur hidup. Sekarang dengan sitem presidensil dan kemenangan yang mayoritas, maka dia bisa saja menunjuk seorang Ketua DPR yang cocok dengan dia, hingga suatu ketika 5 tahun kedepan demi Persatuan dan kesatuan, demi keamanan demi ini dan itu, Ketua DPR dan MPR memutuskan untuk melanjutkan…. Lalu mengubah undang-undang, bisa saja. Bukan hal yang mustahil.
Mengapa Polisi tidak segera mengumumkan bahwa itu ledakan bom?
Polisi bukan telat mengetahui peristiwa ini. Dia bisa menjadi bagian dari peristiwa ini lalu dia memancing orang untuk berkomentar lalu dia simpulkan pendapat orang. Coba kita lihat rentetannya, penangkapan Saifuddin di Cilacap, pengejaran Nurdin M Top, lalu tiba-tiba bom Marriot II meledak, apalagi inisialnya sama. Maka akan ada evaluasi nanti, dalam skenario ini bahwa pelakunya Nurdin M Top. Dua orang itu sebagai orang-orang yang direkrut misalnya. Akan sampai kesitu ceritanya. Jadi sudah tahu skenarionya.
Ada yang kita sangat pertanyakan soal penemuan bom Cilacap, begitu canggihnya, katanya hasil jejak detektor polisi di tempat itu. Tapi hal yang sama tidak terjadi waktu di Tenggulun dulu. Itu juga menggunakan detektor. Saya khawatir betul bahwa ini adalah permainan, tangkap Saifuddin, kemudian dia dipaksa ngomong seperti apa. Lalu Nurdin yang dituduh, terjadi pembunuhan. Nah inilah pelakunya.
Di lapangan korban langsung masuk kantong mayat dan tidak ada identitas. Tertutup sekali?
Maka yang menjadi fokus sekarang ini ada apa di Marriot itu. Ini harus ditanyakan. Hotel itu dengan pengamanan super ketat, dekat Mabes lagi. Begitu hebatnya.
Menurut SBY bahwa bom ini akan mengacaukan Pilpres? Ada orang-orang yang habis kekuasaannya? Atau Islamophobi?
Sebetulnya yang memperparah keadaan ini disamping kejahatan politik , termasuk para penguasa, yang memperparah keadaan ini adalah yang kita kenal sebagai, Muslim Parsial. Sekarang ada yang kita sebut sebagai Muslim Parsial, mereka menyebut dirinya Muslim Moderat. Tapi, sebenarnya bukan muslim moderat, mereka itu muslim ambivalen, terbentur kenyataan politik. Begitu melihat kenyataan tidak bisa memberikan solusi atas nama agama terhadap perkembangan politik dalam negeri, lalu dia menuding, yang pertama kali menuding pelakunya adalah JI itu bukan Polisi, bukan SBY tapi komparador-komparador yang menyebut dirinya sebagai muslim parsial ini. Ini yang justru kita harus berhati-hati betul terhadap orang-orang semacam ini. Boleh kita lihat misalnya omongan Azzyumardi Azra, Nasaruddin Umar, dia menyatakan, Apapun alasannya, macam-macam itu, tidak bisa dibenarkan. Nah omongan semacam ini yang memacu orang lain, memancing di air keruh. Mungkin orang lain di luar Islam yang melakukannya, lalu menumpahkan pada Islam.
Kembali umat Islam Islam menjadi Kambing hitam?
Saya tegaskan disini, Bom Marriot itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam. Indikasinya, Pertama, tidak ada tuntutan dari pelaku. Sehingga kita tidak mengerti mereka maunya apa? Tidak jelas motivasinya apa? Bom-bom di Afghanistan itu tuntutannya jelas, bebaskan tahanan. Gentle. Kalau ini tidak ada. Maka siapa pun pelakunya, apakah dia memperalat gerakan Islam, atau memperalat orang Islam, yang jelas, sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam. Tidak ada kaitannya dengan penegakkan syariat Islam di Indonesia.
Bisa jadi malah non muslim atau setidaknya Islampohobia yang kehilangan pijakan kekuasaan?
Coba kita telusuri mereka sudah melakukannya ketika pembahasan undang-undang pornografi, perda anti maksiat. Setelah SBY ‘menuding’ mereka-mereka yang di PDIP dan Golkar, maka akan ada skenario terbalik.
Maksudnya?
Boleh jadi skenarionya itu adalah bagaimana memaksa atas nama bom ini dan kaitannya dengan JI ini memaksa SBY, bertindak terhadap partai-partai Islam yang berkoalisi dengan dia. Saya kira akan ada arah kesitu. Bahkan (kekhawatiran) internasional pun begitu. Sikap SBY yang menentang Israel di Palestina misalnya, yang diindikasikan itu karena tekanan dari partai-partai Islam.
Jadi karena SBY tidak tahan dengan tekanan baik nasional maupun internasional?
Jadi arahnya kesitu, SBY menuduh lawan politiknya, terus dibantah. Maka kalau tertekan terus secara politik baik secara nasional maupun internasional maka dia akan mencari jalan aman. Nah jalan amannya itu dia akan mencurigai orang Islam. Sekarang ini koalisi utamanya dia, dengan partai Islam. Sementara PDIP dan Golkar adalah lawan politiknya. Nanti mereka akan menuntut kepada SBY bagaimana harus bersikap? “Ini gara-gara Anda lemah terhadap mereka (umat Islam)?” Maka terjadilah bom.
Tetap saja umat Islam targetnya?
Ini yang kita khawatirkan, ini kabar burung, tapi bisa kita lihat di buku: Ilusi Negara Islam, kemudian saya buat resensinya. Maka disitu saya tulis Halusinasi Penadah Demokrasi, jadi mereka dihantui ketakutan sendiri. Tapi ketika mengungkap, katakanlah aib partai Islam yang berkoalisi dengan SBY sekarang ini, kita lihat PKB semua dapur mereka aa di tangan SBY, maka mereka (partai Islam) menjadi tidak berdaya koalisi ini.
Mengapa PKS masih dianggap sebagai ancaman?
Itu target pasca Pilpres. Dari dorongan-dorongan tekanan politik, akan mengarah ke PKS. SBY sendiri harus mencari selamat, biasanya penguasa yang ingin selamat dari tekanan asing, dari masyarakat Nasional sendiri maka korbannya adalah umat Islam.
Kalau yang bicara seperti ini orang partai saya tidak kaget?
Karena ini periode terakhir SBY. Maka kita jangan terkecoh dengan sikap orang Kafir di muka bumi ini, Laa yaghuronnaka taq…. karena kita punya agenda sendiri. Itu pertama, yang Kedua, ada kaitannya bahwa kartu mereka sudah di tangan SBY. Saya melihat inilah kelemahan partai-partai Islam, sulit mengelak dari cengkeraman SBY lima tahun kedepan ini. Dalam hal ini ada tiga kesimpulan dari buku Maalim Fi ath Thariq (Sayyid Quthb: Pertama, Jika kita mendakwahkan Islam maka jangan mengharapkan sesuatu dari orang yang kita dakwahi, apapun termasuk jabatan. .Kedua, dakwah jangan berorientasi dana, sebab jika kamu berorientasi dana, maka kamu tidak akan siap diuji di jalan dakwah, mesti akan kompromi, pragmatis. Ketiga, jangan merayu. Karena jika kamu merayu maka akan ada negosiasi antara juru dakwah dengan obyek dakwah.
Nah dalam tiga kerangka ini, kita bisa melihat prilaku parpol Islam. Tidak istiqomah. Saya melihat partai Islam ini dipenuhi anak-anak muda yang tidak sabar.
Jadi koalisi harus sejajar, tidak inferior?
Iya. Koalisi itu kita berharap, pada partai Islam menawarkan bahwa Islam sebagai solusi. Kalau Cuma begini saja, sudah biasa dari dulu. Nah sekarang ini mereka ini tidak memiliki itu. Karena sudah tercover bagaimana membangun Indonesia dalam bingkai demokrasi, bukan Islam.
Jadi pelakunya ketemu antara thaghut dalam negeri dan luar negeri?
Mana saja pelakunya, pasti ada kaitan dengan luar negeri. Tapi dalam kaitan ini saya tegaskan tidak ada kaitannya dengan Islam.
Apa titip amanah untuk partai Islam?
Mereka harus sadar betul semua penguasa di Indonesia tidak pernah menyukai Islam sebagai solusi permasalahan bangsa ini. Maka saya pernah menulis buku, 10 Musuh Cita-Cita, maka dari sepuluh itu saya sebut satu saja; Merasa Aman! (eman/cybersabili)