JAKARTA (Arrahmah.com) – Tersangka kasus penistaan agama Syamsuriati alias Lia Eden divonis majelis hakim dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara.
“Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan terhadap salah satu agama resmi di Indonesia,” kata Ketua Majelis Hakim, Subachran SH MH, di Jakarta, Selasa (2/6).
Menurut majelis hakim, terdakwa telah melanggar pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindakan penodaan terhadap agama.
Tersangka lain yang juga divonis adalah Wahyu Wibisono, seorang pengikut Lia Eden yang bertugas membuat konsep wahyu wanita tersebut ke dalam tulisan.
Ia dihukum dua tahun penjara, yang berarti lebih ringan enam bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ia menyatakan pengurangan itu dilakukan karena pertimbangan usia terdakwa yang masih muda dan belum pernah ditahan sebelumnya.
Atas putusan hakim itu, Lia dan Wahyu menyatakan akan mengajukan banding ke tingkat kejaksaan tinggi (kejati).
Perangkai Bunga
Lia Aminuddin atau lebih dikenal sebagai Lia Eden lahir di Surabaya, Jawa Timur, 21 Agustus 1947. Ibunya bernama Zainab, dan bapaknya bernama Abdul Ghaffar Gustaman, seorang pedagang. Sebelumnya, Lia adalah ibu rumah tangga dan mempunyai profesi sebagai perangkai bunga kering.
Namun tiba-tiba ia mengaku mengalami peristiwa ajaib mengaku dia menerima bimbingan Malaikat Jibril sejak 1997.
Selain menganggap dirinya sebagai menyebarkan wahyu Tuhan dengan perantaraan Jibril, dia juga menganggap dirinya memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Dia juga telah mengarang lagu, syair dan juga buku sebanyak 232 halaman berjudul, “Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir” yang ditulis dalam waktu 29 hari.
Pada 1998, Lia menyebut dirinya Imam Mahdi yang muncul di dunia sebelum hari kiamat untuk membawa keamanan dan keadilan di dunia. Selain itu, dia juga memanggil dirinya Bunda Maria, ibu dari Yesus Kristus. Lia juga mengatakan bahwa anaknya, Ahmad Mukti, adalah Yesus Kristus.
Pada bulan Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang perkumpulan Salamullah ini karena ajarannya dianggap telah menyelewengkan kebenaran mengenai ajaran Islam. Kumpulan ini lalu membalas balik dengan mengeluarkan “Undang-undang Jibril” (Gabriel’s edict) yang mengutuk MUI karena menganggap MUI berlaku tidak adil dan telah menghakimi mereka dengan sewenang-wenang.
Pada tahun 2000, agama Salamullah diresmikan oleh pengikut-pengikutnya sebagai sebuah agama baru. Salamullah mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir tetapi juga mempercayai bahwa pembawa kepercayaan yang lain seperti Buddha Gautama, Yesus Kristus, dan Kwan Im, dewi pembawa rahmat yang disembah orang Tionghoa, akan muncul kembali di dunia.
Sejak 2003, kumpulan Salamullah ini memegang kepercayaan bahwa setiap agama adalah benar adanya. Kumpulan yang diketuai Lia Eden ini kini dikenal sebagai Kaum Eden.
Pada 25 November 2007, ia berkirim surat kepada sejumlah pejabat negara. Kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, Lia berkirim surat yang bernada amarah. ”Akulah Malaikat Jibril sendiri yang akan mencabut nyawamu. Atas Penunjukan Tuhan, kekuatan Kerajaan Tuhan dan kewenangan Mahkamah Agung Tuhan berada di tanganku,” demikian tulis Lia. Kini pemilik Kerajaan Eden itu kembali dalam jeruji besi yang pengab. (Althaf/hdyt/arrahmah.com)